
AKURAT.CO, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan akan memeriksa lima saksi dalam kasus dugaan suap alokasi bantuan keuangan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur.
Juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri membeberkan kelima saksi tersebut yakni Kepala Dinas PUPR Kabupaten Blitar Dicky Cobandono; Kepala Dinas PUPR Kabupaten Mojokerto Rinaldi Rizal Sabirin; Kepala Dinas PUPR Pasuruan Gustap Purwoko.
Lebih lanjut, Kepala Dinas PUPR Kota Batu Alfi Nur Hidayat dan Kepala Bappeda Kota Pasuruan Siti Rochana.
baca juga:
"Pemeriksaan dilakukan di Kantor Polrestabes Surabaya, Jl. Sikatan No.1, Krembangan Sel, Kec. Krembangan, Kota SBY, Jawa Timur," ujar Ali dalam keterangannya, Senin (12/9/2022).
Ali tidak menjelaskan lebih lanjut terkait materi pendalaman yang dilakukan tim penyidik terhadap para saksi. Hal itu dilakukan untuk menjaga kerahasiaan proses penyidikan terkait perkara itu.
Namun Ali berjanji bakal segera memberikan informasi perkembangan terkait kasus tersebut sebagai bentuk akuntabilitas Komisi Antirasuah dalam menangani suatu perkara yang ada.
Sebelumnya, KPK menetapkan mantan Kepala Bappeda Provinsi Jawa Timur Budi Setiawan sebagai tersangka dugaan suap alokasi bantuan keuangan.
Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto menuturkan penetapan tersangka terhadap Budi merupakan hasil pengembangan kasus yang menjerat mantan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo.
Budi diduga memungut fee sebesar tujuh hingga delapan persen dari total bantuan yang diberikan. Tahun 2015, Kabupaten Tulungagung mendapatkan bantuan keuang sebesar Rp 79,1 miliar. Budi kemudian menerima fee Rp 3,5 miliar dari kesepakatan tersebut.
Tak hanya itu, Budi pada tahun 2017 hingga 2018 kembali menerima fee sebesar Rp6,75 miliar. Fee diterima Budi setelah kembali mengalokasikan bantuan keuangan kepada Kabupaten Tulungagung masing-masing sebesar Rp30,4 miliar pada 2017 dan Rp29,2 miliar pada 2018.
Total Budi menerima fee dari bantuan keuangan Pemprov Jatim untuk Kabupaten Tulung Agung sebesar Rp10,25 miliar.
Akibat perbuatannya, Budi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.[]