Rahmah

I'tikaf; Definisi, Tata Cara, dan Keutamaannya

I'tikaf; Definisi, Tata Cara, dan Keutamaannya
Ilustrasi Itikaf di masjid (AKURAT.CO/Endra Prakoso)

AKURAT.CO I'tikaf adalah salah satu rangkaian amalan ketika selama bulan suci Ramadan. Meskipun ini merupakan amalan sunnah yang bisa dilakukan kapan saja, terutama pada bulan Ramadhan, namun i'tikaf lebih dianjurkan, terutama pada sepuluh malam terakhir. Keutamaannya juga besar, terutama dalam upaya mencapai keutamaan Lailatul Qadar.

Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW. Bahkan mengatakan bahwa itikaf di sepuluh malam terakhir bagaikan beritiktaf bersama beliau.

مَنِ اعْتَكَفَ مَعِي فَلْيَعْتَكِفَ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ

baca juga:

Artinya: “Siapa yang ingin beri’tikaf bersamaku, maka beri’tikaflah pada sepuluh malam terakhir,”(HR Ibnu Hibban).

Secara terminologis, i'tikaf adalah berdiam diri di masjid disertai dengan niat. Tujuannya semata-mata untuk beribadah kepada Allah, apalagi ibadah yang biasa dilakukan di mesjid. Untuk mencapai pahala yang lebih besar, seseorang tentu dapat meningkatkan berbagai niat, seperti niat untuk mengunjungi dan memuliakan masjid sebagai rumah Allah, berzikir dan mendekatkan diri dengan-Nya, mengharapkan rahmat dan kepuasannya, merenung, mengingat kembali. hari akhir, untuk mendengarkan nasehat dan ilmu – ilmu agama, pergaulan dengan orang-orang baik serta saleh dan cinta kepada-Nya, memutuskan semua hal yang bisa dilupakan, dll. 

Tata cara itikaf

I'tikaf bisa dilakukan kapan saja, termasuk saat-saat yang dilarang shalat. Hukum asalnya adalah sunnah, tetapi bisa menjadi wajib jika dinazarkan. Dan juga bisa hukumnya menjadi haram jika dibuat oleh seorang wanita atau hamba sahaya tanpa izin, dan menjadi makruh jika dibuat oleh seorang wanita yang berperilaku dan mengundang fitnah meski dilisensikan. 

Untuk Melakukan itikaf Mengerjakannya pada sepuluh malam terakhir Ramadan dan didahulukan dari waktu-waktu lainnya, untuk mendapatkan keutamaan Lailatul Qadar, yang waktunya dirahasiakan oleh Allah SWT.

Adapun ada beberapa syarat dan rukun dalam beritikaf yaitu:

  1. Niat
  2. Berdiam diri di mesjid sekurang-kurangnya selama tumaninah salat
  3. Mesjid
  4. Orang yang beritikaf.

Dan untuk melakukan itikaf adalah dengan syarat:

  1. beragama Islam 
  2. berakal sehat
  3. terbebas dari hadas besar atau kecil. 

Apabila ada seseorang yang tidak memenuhi syarat tersebut maka itikafnya tidak sah. Dan juga ada beberapa macam itikaf diantaranya adalah:

  1. Itikaf mutlak
  2. Itikaf terikat waktu dan terus-menerus
  3. Itikaf terikat waktu tanpa terus-menerus

Adapun ada beberapa macam niat dari 3 jenis itikaf diatas. berikut adalah niat itikaf:

  • Itikaf mutlak

نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ للهِ تَعَالَى

 Artinya: “Aku berniat i’tikaf di masjid ini karena Allah.

  • Itikaf yang terikat waktu tanpa terus menerus

نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ يَوْمًا/لَيْلًا كَامِلًا/شَهْرًا لِلهِ تَعَالَى

Artinya: “Aku berniat i’tikaf di masjid ini selama satu hari/satu malam penuh/satu bulan karena Allah.

  • Itikaf yang terikat waktu dan terus menerus

نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ شَهْرًا مُتَتَابِعًا

Artinya: “Aku berniat i’tikaf di masjid ini selama satu bulan berturut-turut karena Allah.

Hanya saja, dalam i'tikaf mutlak, jika seseorang keluar masjid tanpa ada niat untuk kembali kemudian kembali lagi, maka dia harus niat itu lagi. Dan kedua i'tikaf tersebut dianggap sebagai i'tikaf baru. Lain halnya jika ia berniat kembali, kembali ke masjid asal atau ke masjid lain, maka niat sebelumnya tidak batal dan tidak perlu ada niat baru. 

Selain itu juga ada beberapa hal yang bisa membatalkan itikaf kita yaitu:

  1. Berhubungan suami–istri
  2. Mengeluarkan sperma
  3. Mabuk yang disengaja
  4. Murtad
  5. Haid, selama waktu itikaf cukup dalam masa suci biasanya
  6. Nifas
  7. Keluar tanpa alasan
  8. Keluar untuk memenuhi kewajiban yang bisa ditunda
  9. Keluar disertai alasan hingga beberapa kali, dan keluarnya karena keinginan sendiri

Apabila terjadi salah satu dari sembilan kasus yang terjadi pada seseorang yang beri'tikaf, maka i'tikaf orang tersebut akan hangus. Dan juga melumpuhkan kesinambungan dan kelanggengan i'tikaf yang terikat oleh waktu yang berurut-urutan. Oleh karena itu perlu dimulai dari nol, sekalipun i'tikaf yang dibuatnya sah selama orang yang merusaknya bukan murtad. Sementara i'tikaf dibatasi waktu dan terputus-putus, implikasinya di sini adalah waktu pembatalan tidak dihitung sebagai bagian dari i'tikaf. 

Jika dia memulai lagi, dia harus menyegarkan niatnya dan menggabungkannya dengan i'tikaf sebelumnya. Jadi dalam i'tikaf mutlak maksudnya hanya mematikan kesinambungan i'tikaf saja yang terputus, sehingga tidak bisa disambung dengan i'tikaf sebelumnya, juga tidak bisa ditebus baru. Namun, i'tikaf dianggap sah dan mandiri. []