
AKURAT.CO Menarik mencermati komitmen pemerintah menyelamatkan keuangan negara melalui orientasi dan kebijakan-kebijakan fiskal untuk tahun 2022 ini, tahun yang menjadi momentum terakhir pemerintah bisa mengoptimalkan UU nomor 2 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Covid-19. Arah kebijakan fiskal ini disampaikan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Febrio Kacaribu, secara daring pada tanggal 12 Januari 2022.
Pemerintah mempunyai komitmen untuk terus melakukan reformasi fiskal, diantaranya melalui reformasi perpajakan yang berkelanjutan, kebijakan pengelolaan belanja yang lebih optimal, dan manajemen kas negara yang lebih baik. Orientasi-orientasi pemerintah ini perlu mendapat apresiasi.
Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah program-program ini achievable atau tidak? Apa saja tantangan-tantangan yang ada dan perlu dimitigasi dengan lebih baik oleh pemerintah, agar program reformasi fiskalnya bisa berjalan dengan baik. Memotret data fiskal tahun 2021, paling tidak ada 2 hal yang perlu dicermati oleh pemerintah.
baca juga:
Pertama, adalah masalah penerimaan pajak tahun 2021. Data pada akhir Desember 2021 menunjukkan bahwa penerimaan pajak sebesar 1.277,5 triliun dari target awal 1.229,6 triliun. Artinya penerimaan bisa over target dengan mencapai 103,9 persen.
Pencapaian ini sangat positif, tetapi perlu dikritisi dengan baik bahwa pola pencapaian ini cenderung tidak sustain. Karena penerimaan ini ditopang oleh pajak yang Ditanggung Pemerintah (DTP), sebesar 63,16 triliun, sesuai data per 28 Desember 2021.
Pajak DTP ini berarti secara riil tidak pernah secara cash masuk ke neraca keuangan negara. Pencatatan penerimaan pajak ini atas PPN, PPh 21, PPh final UMKM, PPh 22 impor dll, dari kebijakan kondisi pandemi yang ada.
Pola penerimaan ini tidak bisa dijadikan tren dan cenderung tidak sustain menjelang berakhirnya penyuntikan dana Covid-19 melalui instrumen hutang negara. Masih terkait dengan penerimaan pajak, adalah potensi restitusi tahun 2022 yang semakin naik.
Restitusi ini akan menjadi pengurang langsung atas penerimaan pajak yang ada. Tahun 2020 angka restitusi ini mencapai 171,9 triliun, dan terus meningkat di tahun 2021 sebesar 196,11 triliun.
Kalau angka restitusi ini terus meningkat di tahun 2022, maka pemerintah harus berhitung dengan lebih matang dalam membuat manajemen angka penerimaan. Penerimaan perpajakan ini mempunyai masalah mendasar dalam tax ratio yang masih rendah. Tax ratio adalah perbandingan penerimaan pajak dibandingkan dengan total produk domestik bruto (PDB).