
AKURAT.CO, Konferensi pers pasca pertandingan uji coba kedua antara Tim Nasional Indonesia dan Curacao di Stadion Pakansari, Cibinong, Jawa Barat, Selasa (27/9), malam terasa cukup hangat. Diawali hujan sebelum laga, Pelatih Shin Tae-yong, dan kaptennya malam itu, Rachmat Irianto, berada di belakang meja siap menjawab pertanyaan.
Yang cukup menarik perhatian, di sisi kiri berdekatan dengan para wartawan, tampak pula Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan, dan Direktur Tekniknya, Indra Sjafri. Kedua pejabat ini turut “menonton” tanya-jawab Shin Tae-yong dan Irianto dengan pers.
Suasana “tak biasa” ini sesungguhnya cukup masuk akal karena Indonesia baru saja mengalahkan Tim Nasional Curacao dengan skor 2-1. Itu adalah kemenangan kedua setelah tiga hari sebelumnya di Bandung Garuda menang 3-2 menghadapi tim yang ranking FIFA-nya 70 peringkat lebih tinggi.
baca juga:
Disimak dari soal peringkat ini, uji coba melawan Curacao ternyata bukan uji coba biasa. Atau, dua kemenangan dan cara Timnas bermain membuat uji coba tersebut tampak seperti pertandingan kompetitif.

Dus, di lapangan, watak melankolia suporter Indonesia yang mendambakan kebesaran tim nasionalnya tertumpah pada sosok Shin Tae-yong. Tak terhindarkan, tak lama setelah wasit Xaypaseth Phongsanit asal Kamboja meniup peluit akhir laga, lebih dari 20 ribu suporter menyanyikan nama Shin Tae-yong.
Yang paling populer akhir-akhir ini adalah gubahan lagu tema film kartun Popeye yang memasukkan nama Shin Tae-yong dalam melodinya. Suporter Indonesia, tampaknya memberi perhatian lebih kepada sang pelatih ketimbang pada pemain.
Tetapi itu bukan hal yang baru dan negatif. Eks Pelatih Timnas U-19, Indra Sjafri, pernah mendapatkan perlakuan serupa ketika membawa anak asuhnya menjuarai Piala AFF 2013 sekaligus membawa generasi Evan Dimas dan kawan-kawannya.

Bahkan ketika Garuda Muda mengalahkan Korea Selatan di atas lapangan Stadion Gelora Bung Karno yang becek di Kualifikasi Piala Asia 2014 pada Oktober 2013, suporter meneriakkan nama Indra.
Pelatih Persib Bandung asal Spanyol, Luis Milla, lebih bergaya lagi. Semasa memimpin Timnas Indonesia (2017-2018) publik melihat pelatih yang membawa Spanyol U-21 menjadi juara Eropa 2011 ini seakan-akan ia adalah perwakilan dunia sepakbola kelas dunia yang hanya bisa dilihat di televisi.
Berharap Klimaks
Satu dekade sejak Indra Sjafri mencetak sejarah di Sidoarjo bersama Timnas U-19-nya, sepakbola Indonesia ternyata mengalami pasang surut yang untungnya bergerak ke arah yang diharapkan. Dan harus diakui bahwa keberadaan pelatih telah menjadi peran yang vital dalam perkembangan tersebut.
Shin Tae-yong sejatinya melanjutkan apa yang sudah dirintis para pelatih seperti Indra, Milla, dan Fakhri Husaini di Timnas Indonesia. Indikasi yang paling jelas adalah Shin Tae-yong menggunakan beberapa pemain warisan para pelatih tersebut di timnya saat ini.
Dari tangan Indra ia mendapatkan pemain seperti Dimas Drajad, Witan Sulaeman, dan Egy Maulana; dari Milla setidaknya ada Saddil Ramdani, dan dari Fakhri Shin Tae-yong mendapatkan beberapa pemain untuk tim U-23-nya.

Plus demokrasi yang membuat suporter mengawasi secara ketat tindak-tanduk pejabat di PSSI juga membantu pekerjaan Shin Tae-yong. Perilaku federasi saat ini, dengan segala sisi negatif-positifnya, mendengarkan suara suporter dan suara suporter tampaknya mengarah kepada harapan yang ingin dicapai.
Dengan kondisi tersebut, Shin Tae-yong, yang dikenal karena membawa Tim Nasional Korea Selatan mengalahkan juara bertahan Jerman di Piala Dunia Rusia 2018, diharapkan pula bisa memberikan semacam klimaks untuk usaha bersama membangun sepakbola nasional.
Kita bisa melihat suasana tersebut sejak akhir tahun lalu dengan penampilan Garuda di Piala AFF 2020. Kemudian lolos ke Piala Asia 2023 sejak terakhir kali pada 2007 sebagai tuan rumah, juga meloloskan Timnas U-19 ke Piala Asia U-20 2023 sebagai proses pembentukan tim untuk Piala Dunia U-20 tahun depan.
Tahun ini, kita berharap bisa juara di AFF yang akan digelar pada Desember-Januari mendatang.[]