
AKURAT.CO Pada bulan Ramadhan umat Islam diwajibkan Allah untuk melaksanakan ibadah puasa. Puasa sendiri merupakan ibadah dengan menahan diri dari hawa nafsu atau syahwat baik syahwat perut atau pun syahwat kemaluan yang dapat membatalkan puasa dari terbinya fajar shadiq hingga terbenamnya matahari. Syahwat perut merupakam syahwat yang berhubungan dengan perut baik makan maupun minum.
Sedangkan yang dimaksud dengan syahwat kemaluan adalah hal-hal yang berhubungan dengan kemaluan atau alat kelamin, seperti berhungan seksual suami dan istri. Perintah melaksanakan puasa sendiri banyak disebutkan dalam firman Allah salah satunya di surah Al-Baqarah:
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah 2: 183)
baca juga:
Salah satu yang harus ditahan ketika sedang berpuasa adalah hubungan seksual antara suami dan istri. hubungan seksual hanya diperbolehkan untuk dilakukan di malam hari saya, yaitu dari terbenamnya matahari hingga terbitnya fajar. Jika hubungan seksual dilakukan setelah fajar maka hukumnya menjadi haram dan dapat membatalkan puasa. Dan, batalnya puasa karena hubungan seksual tidak cukup hanya dengan mengganti puasanya saja, namun, diwajibkan juga untuk membayar kafarat. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Al-Quran surah Al-Baqarah:
“Dihalalkan bagimu pada malam puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkanmu. Maka, sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Akan tetapi, jangan campuri mereka ketika kamu (dalam keadaan) beriktikaf di masjid. Itulah batas-batas (ketentuan) Allah. Maka, janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa.” (QS Al-Baqarah 2: 187)
Namun, terkadang hubungan badan di malam bulan Ramadhan bukanlah persoalan mudah. Karena kondisi badan yang Lelah setelah beraktivitas seharian sembari berpuasa atau banyaknya ritual ibadah yang dijalani di malam hari. Sehingga hubungan seksual kemudian dilakukan setelah sahur sebelum terbitnya fajar. Hal inilah, kemudian memunculkan persoalan, jika ketika hubungan seksual belum usai dan terbit fajar tinggal beberapa detik. Karenanya, lantas suami buru-buru menyabut kemaluannya pada detik-detik akhir terbitnya fajar. Ketika telah dicabut, ternyata spermanya keluar, lantas bagaiman hukumnya?
Hukum Puasa Ketika Sperma Keluar Setelah Terbit Fajar Akibat Hubungan Badan Sebelum Fajar
Dilansir dari NU Online, Jumat (17/03/23) berdasarkan pendapat dari para ulama di kalangan mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’i bahwa hubungan seksual sebelum fajar yang mengakibatkan keluarnya sperma setelah fajar tidak membatalkan puasa. Sehingga, tidak ada kewajiban untuk mengqadha puasa dan membayar kafarat bagi suami. Dalam kitab Al-Jauharah an-Nayyirah Syarh Mukhtashar Al-Qudury karya salah satu ulama mazhab Hanafi, Imam Abu Bakar Az-Zabid menjelaskan bahwa permasalah sperma keluar setelah fajar sebab aktivitas seksual sebelum fajar tidak membatalkan puasa:
“Jika seorang suami yang menggauli istri khawatir akan terbitnya fajar, lalu ia mencabut kemaluannya, kemudian sperma keluar setelah fajar, maka puasanya tidak batal.”
Sedangkan menurut Imam Ad-Dasyuqi salah satu ulama mazhab Maliki, dalam kitabnya Hasyiyah Ad-Dasyuqi menyebutkan bahwa dalam permasalahan yang ditelah disebutkan di atas tidak dikenai kewajiban apapun:
“Jika suami menggauli istri di malam hari, lalu spermanya keluar setelah fajar, maka menurut pendapat yang kuat, ia tidak terkena kewajiban apapun. Sebagaimana orang yang memakai celak di malam hari, lalu celak itu turun ke tenggorokan pada siang harinya.”
Sedangkan menurut Imam Nawawi salah seorang ulama mazhab Syafi’i dalam kitab Al-Majmu' menjelaskan bahwa puasanya tidak batal, karena sperma tersebut berasal dari aktivitas seksual yang diperbolehkan:
“Jika suami menggauli istri sebelum fajar, kemudian mencabut kemaluannya saat terbit fajar atau segera setelah terbit fajar, lalu keluar sperma, maka puasanya tidak batal. Sebab sperma itu berasal dari hubungan badan yang diperbolehkan. Maka ia tidak mewajibkan apa pun. Sebagaimana jika seseorang memotong tangan orang lain karena qishas, kemudian ia mati karena hal itu.”
Kesimpulan dari pendapat para ulama di atas, diketahui bahwa sperma yang keluar setelah terbitnya fajar akibat aktivitas seksual sebelum terbut fajar tidak membatalkan puasa dan tidak dikenai kewajiban apapun baik mengganti puasa ataupun membayar kafarat. Namun, sebaiknya ketika berhungan seksual di malam Ramadhan perlu mencari waktu yang tepat untuk kehati-hatian dan agar aktivitas seksual tidak terburu-buru, sehingga antara suami dan istri sama-sama memperoleh kesenangan. Wallau ‘Alam. []