Ekonomi

Sejarah THR, Upah Yang Dinantikan Para Pekerja Jelang Hari Raya

Sejarah THR, Upah Yang Dinantikan Para Pekerja Jelang Hari Raya
Sejarah THR (AKURAT.CO/Candra Nawa)

AKURAT.CO Tunjangan Hari Raya (THR) identik dengan hari raya keagamaan, terutama hari raya idul fitri. Tradisi ini hanya ada di Indonesia dan sejarah THR sudah ada sejak tahun 1951 silam. 

Pendapatan non-upah ini sangat dinantikan oleh para pekerja. Awalnya, THR hanya untuk pegawai negeri sipil (PNS) saja, namun kini THR juga dibagikan kepada pekerja sesuai aturan perundangan.

Tunjangan Hari Raya (THR)

THR adalah hak pendapatan di luar gaji atau non-upah yang wajib dibayarkan oleh perusahaan atau pemberi kerja kepada pekerja menjelang Hari Raya Keagamaan sesuai dengan peraturannya. Tunjangan ini akan diberikan oleh perusahaan kepada pekerja sesuai dengan Hari Raya Keagamaan masing-masing.

baca juga:

Dilansir dari situs Kominfo, Kamis (30/3/2023), berdasarkan Permenaker Nomor 6/2016 pekerja atau buruh yang mempunyai masa kerja satu bulan berhak mendapatkan THR keagamaan dari perusahaan. 

Pekerja atau buruh yang kerja selama 12 bulan secara terus menerus atau lebih maka mendapat THR sebesar satu bulan upah.

Sedangkan pekerja atau buruh yang bermasa kerja minimal satu bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan THR secara proporsional dengan menghitung jumlah masa kerja dibagi 12 bulan dikali satu bulan upah.

Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan aspek kesejahteraan dan perlindungan bagi para pekerja.

Sejarah THR

Pemberian THR pertama kali dimulai pada era kabinet Soekiman Wirjosandjojo dari partai Masyumi yang dilantik Presiden Soekarno pada April 1951. Soekiman menggagas program pemberian persekot untuk pegawai negeri sipil (PNS) yang saat itu dinamakan dengan 'Pamong Praja'. 

Konsep THR berbentuk persekot atau pinjaman di muka, lalu para pamong praja tersebut harus mengembalikannya dalam bentuk pemotongan gaji nantinya. Hal tersebut bertujuan untuk mendorong kesejahteraan lebih cepat.