
AKURAT.CO, Andai Israel tak lolos kualifikasi Piala Dunia U-20 yang bakal digelar di Indonesia pada 20 Mei–11 Juni mendatang, polemik mungkin tidak bakal muncul. Namun, apa boleh buat? Negara Timur Tengah yang tak punya kedutaan besar di Indonesia itu sudah mendapatkan tempat di Piala Dunia U-20 melalui kualifikasi zona Eropa.
Di tangan politisi, posisi Israel yang bakal bermain di Indonesia ini menjadi material yang memiliki nilai untuk dipertentangkan. Namun, yang lebih mengherankan lagi adalah “cara” politisi memantik polemik tersebut.
Gubernur Bali, I Wayan Koster, adalah politisi pertama yang secara “diam-diam” menyatakan penolakannya. Mengapa diam-diam? Karena alih-alih bicara secara resmi dan terbuka di hadapan publik, ia memilih menunggu media mengonfirmasi surat edaran penolakan Israel yang beredar di publik seakan-akan surat tersebut seperti hoax.
baca juga:
Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Muhadjir Effendy, membenarkan surat penolakan Koster terhadap Israel. Namun, menteri yang ditugaskan untuk menggantikan Zainudin Amali tersebut menganggap bahwa kebijakan Koster belum final.

Riak ternyata belum padam sampai di situ. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, kemudian mengambil jalan serupa Koster dengan argumen berpegang terhadap sikap politik presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, yang mendukung kemerdekaan Palestina.
Tak cukup sampai di situ, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DKI Jakarta kemudian secara resmi menolak Israel bermain di Indonesia. Koster dan Ganjar adalah kader PDIP dan PDIP adalah partai pemenanang pemilu dan Presiden Joko Widodo datang dari partai ini pula.
Dari sudut pandang politik, ada pihak yang mengatakan bahwa politisi, terutama dari PDIP, sedang menggali sentimen Islam untuk kepentingan Pemilu 2024. Tetapi itu jelas urusan politik, bagaimana dengan unsur keolahragaannya?
PSSI sendiri sampai Minggu (26/3) siang ini belum merespons polemik ini. Akurat.co telah berupaya menghubungi beberapa petinggi induk sepakbola Indonesia tersebut namun tak ada jawaban.
Di tengah ketiadaan sikap PSSI tersebut, FIFA memainkan responsnya dengan membatalkan pengundian Piala Dunia U-20 2023 yang dijadwalkan digelar di Bali pada 31 Maret mendatang. Pengamat dan komentator sepakbola menganggap kebijakan FIFA ini adalah peringatan keras bagi Indonesia.
“Pembatalan drawing oleh FIFA adalah warning keras. Jangan menganggap masalah ini hal yang sepele. FIFA dikenal sebagai organisasi yang tertib berorganisasi, ketika mengeluarkan keputusan pasti sudah dihitung secara cermat baik dan buruknya,” kata pengamat sepakbola Kesit B Handoyo.

Para pengamat berdiri pada sikap keolahragaan dengan menganggap Israel datang ke Indonesia sebagai suatu tim sepakbola. Pengamat sepakbola dari Save Our Soccer, Akmal Marhali, mengatakan bahwa kehadiran Israel ke Indonesia tidak mengubah posisi politik Indonesia terhadap negara tersebut.
“Yang yang datang ke Indonesia atlet, bukan pemerintahan negara. Dan tidak lantas karena kita menerima kehadiran mereka lantas posisi politik Indonesia dianggap berubah. Pemerintah harus berani bersikap, karena sekarang pertaruhannya nama baik Indonesia,” kata Akmal.
Satu soal lain dalam urusan penolakan Israel ini adalah suporter sepakbola Indonesia yang akan menjadi “jantung” penyelenggaraan Piala Dunia U-20 tampaknya berusaha untuk tidak berada dalam irisan politisi. Alih-alih membicarakan Israel, suporter tetap berasumsi bahwa Piala Dunia U-20 tetap bakal digelar di negara mereka.
“Negara harus hadir untuk memastikan bahwa Piala Dunia U-20 (World Cup U-20) 2023 tetap terselenggara di Indonesia,” demikian bunyi salah satu poin rekomendasi hasil diskusi sejumlah kelompok suporter bertajuk “Satu Suara, Satu Garuda” di Jakarta, Jumat (24/3).
Mengapa Baru Sekarang Menolak Israel?
Satu hal ganjil lainnya dalam penolakan para politisi terhadap Israel adalah soal “timing”. Israel sudah dipastikan lolos ke Piala Dunia U-20 sejak Juni tahun lalu setelah mereka lolos ke semifinal Piala Eropa U-19 sebagai syarat kualifikasi Piala Dunia U-20.
Lantas, mengapa para politisi baru bicara hari-hari ini ketika FIFA sedang melakukan pemeriksaan terakhir terhadap enam stadion Piala Dunia U-20 di enam kota?

Soal Israel ini, pada dasarnya, tak berbeda dengan bagaimana olahraga dunia menolak Rusia karena invasi ke Ukraina. Dalam sudut pandang itu, menolak Israel dengan alasan memperjuangkan kemerdekaan Palestina adalah hal yang mulia dan sejalan dengan posisi politik yang diwariskan para pendiri republik.
Namun, mempersoalkannya justru ketika rumput Stadion Gelora Bung Tomo sudah diakui FIFA berstandar Piala Dunia adalah urusan yang terlalu politis. Lain kali, jikalau memang hendak menolak Israel, bicarakanlah jauh-jauh hari dan putuskan melalui pembicaraan alih-alih melempar surat edaran sambil menunggu pers datang mengonfirmasi.
Bukan apa-apa. Selain karena Indonesia adalah negara sepakbola, Indonesia juga punya impian yang besar di olahraga. Di antaranya sudah mencalonkan diri menjadi tuan rumah Olimpiade 2036 meski kalah oleh Australia dan Presiden FIFA, Gianni Infantino, bahkan sudah memancing-mancing agar Indonesia mencalonkan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia senior.
Oh, seandainya Israel tidak lolos ke Piala Dunia U-20 yang digelar di Indonesia…[]