News

Satreskrim Polres Tanjung Pinang Diduga Kriminalisasi Pria Paruh Baya

Satreskrim Polres Tanjung Pinang Diduga Kriminalisasi Pria Paruh Baya
Ilustrasi (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)

AKURAT.CO,Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Tanjung Pinang diduga melakukan kriminalisasi terhadap Nguan Seng alias Henky (82). Anehnya, dugaan kriminalisasi ini imbas dari jual beli lahan.

Kuasa hukum Henky, Herdika Sukma Negara menceritakan bahwa kliennya itu awalnya melakukan kesepakatan menjual bidang tanah seluas 9 Ha (hektar) kepada Laurence M Takke dengan mekanisme 2 tahap. 

Yaitu penjualan atas bidang tanah seluas 3 Ha dengan harga yang disepakati sebesar Rp 6.750.000.000.  Dan tahap kedua atas bidang tanah seluas 6 Ha.

baca juga:

"Terhadap penjualan tahap pertama tersebut, maka telah dilakukan jual beli secara tunai menurut hukum tanah nasional," kata Herdika dalam keteranganya kepada wartawan, Rabu (21/4/2021).

Dalam hal ini, kliennya selaku pemilik tanah dan pihak penjual telah menyerahkan hak kepemilikannya  tersebut kepada Laurence Takke sebagai pembeli. 

"Dan sebaliknya saudara Laurence Takke telah memberikan uang pembelian sebesar Rp 6.750.000.000 kepada klien kami sebagai pihak pemilik bidang tanah dan juga sebagai penjual," ujarnya. 

Menurut Herdika, peristiwa peralihan hak kepemilikan tanah dalam proses penjualan tahap pertama yang dilakukan kliennya selaku pemilik. 

Kemudian juga sebagai penjual kepada Laurence Takke itu dibuktikan dengan adanya Akta Pengoperan dan Pelepasan Hak Nomor 23. Serta Akta Pengoperan dan Pelepasan Hak Nomor 24 tertanggal 29 Mei 2019 yang dibuat dan dikeluarkan oleh Notaris Kota Tanjung Pinang, Robbi Purba. 

"Dan juga telah dilakukan pemeriksaan bahwa bidang tanah tersebut telah terdaftar dan tercatat," ucapnya. 

Sementara itu, terkait proses penjualan tahap kedua atas bidang tanah seluas 6 Ha telah disepakati belum dapat dilakukan atau direalisasikan antara Henky dengan Laurence Takke. 

"Dikarenakan alasan bahwa masih ada permasalahan yang harus diselesaikan oleh Henky dengan Dahlan yang mengaku sebagai pemilik asal," paparnya. 

Menurutnya, terkait persoalan Dahlan itu, kliennya telah mengadukannya ke Polres Tanjung Pinang pada 10 Desember 2019.

"Klien kami berjanji akan menyelesaikan masalah surat tanah tersebut dengan tepat waktu (vide Pasal 2 Kesepakatan Bersama Nomor 08/Leg/Not.RP/V/2019 tertanggal 29 Mei 2019)," ujar dia.  

Terhadap permasalahan itu, kata Herdika, kliennya dan Laurence Takke telah sepakat untuk membuat dan menandatangani suatu kesepakatan bersama secara tertulis dalam Akta Kesepakatan Bersama. 

"Yang pada pokoknya menjelaskan bahwa Laurence Takke sebagai Pihak Kedua (pembeli) sepakat, dan sudah mengetahui surat atas bidang tanah tersebut masih dalam proses penyelesaian masalah," tukasnya.   

Lebih lanjut dikatakan Herdika, berdasarkan Kesepakatan Bersama Nomor 08/Leg/Not.RP/V/2019 tertanggal 29 Mei 2019. Maka belum pernah ada perbuatan penyerahan uang pembelian dari Laurence Takke kepada kliennya untuk penjualan bidang tanah tahap dua seluas 6 Ha. 

"Sehingga belum timbul adanya kerugian materiil yang diderita oleh Laurence Takke," tegasnya. 

Akan tetapi, kata Herdika, Laurence Takke justru melaporkan kliennya ke Kepolisian Resor (Polres) Tanjung Pinang pada 20 Agustus 2019, atas dugaan tindak pidana penipuan.   

Laporan itu kemudian diproses secara hukum oleh kepolisian dengan melakukan serangkaian pemeriksaan kepada Henky. 

Kata Herdika, pihaknya menduga telah terjadi penyalahgunaan wewenang oleh penyidik kepolisian pasca pelaporan itu.

"Telah melakukan serangkaian proses pemeriksaan kepada klien kami yang diduga terdapat adanya beberapa tindakan penyalahgunaan wewenang yang bertentangan dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku," jelasnya. 

Tak berselang lama, ungkap Herdika, kliennya justru dijerat jadi tersangka dalam jangka waku yang sangat singkat, yaitu 3 hari terhitung sejak adanya SPrint Dik Nomor Sp.Sidik/15/II/2021/Reskrim.   

"Sampai dengan adanya Surat Ketetapan Tersangka Nomor S.Tap/15.a/II/2021/Reskrim tertanggal 20 Februari 2021 telah menetapkan klien kami sebagai tersangka tanpa melalui adanya proses gelar perkara pra penyidikan," paparnya. 

Menurutnya, diduga kuat terjadi penyalahgunaan wewenang terkait hal tersebut. Terlebih, kata Herdika, asal-muasal persoalan ini berawal dari jual beli tanah yang notabennya berkaitan dengan keperdataan.

"Kasus yang dilaporkan oleh Laurence Takke tidak didasarkan atas 2 alat bukti minimum yang didukung barang bukti untuk membuktikan secara permulaan mengenai adanya perbuatan pidana dalam peristiwa jual beli tanah antara kliennya dengan Laurence Takke," ujarnya. 

"Secara yuridis perbuatan jual beli antara klien kami dengan Laurence Takke tersebut adalah murni perbuatan hukum keperdataan dan bukan perbuatan tindak pidana," sambungnya. 

Oleh karena, ia melanjutkan bahwa tidak pernah didasarkan adanya penggunaan nama palsu. Dan juga tidak adanya tipu muslihat ataupun rangkaian kebohongan dengan tujuan untuk menggerakkan Lawrence Takke untuk menyerahkan uang atas bidang tanah seluas 6 Ha tersebut. 

"Bahwa peristiwa yang terjadi dalam jual beli tanah antara klien kami dengan Laurence Takke adalah murni perbuatan keperdataan sebagaimana yang didukung oleh Akta Pengoperan dan Pelepa," tegas Herdika.

Selain itu, lanjut Herdika, penyidik memerintahkan secara sepihak kepada kliennya yang saat ini sedang sakit untuk melakukan wajib lapor.

Polisi tidak pernah memberikan dokumen Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada pihak kliennya sebagai tersangka.   

"Terhitung sejak ditetapkannya sebagai tersangka, penyidik memerintahkan secara sepihak kepada klien kami untuk melakukan wajib lapor, tanpa didasarkan pada adanya dokumen surat perintah wajib lapor secara tertulis," katanya.   

Kemudian juga tidak disertai Surat Perintah Penahanan atau Surat Permohonan Penangguhan Penahanan atau pengalihan. Ini sangat aneh," ujar Herdika.  

Terkait dugaan penyalahgunaan kewenangan itu, kata Herdika, pihaknya telah melaporkannya ke Divisi Propam Polri dan Biro Pengawasan Penyidik atau Wasidik Polri.   

Kendati demikian, kata Herdika, pihaknya telah mengajukan upaya praperadilan terkait tidak sahnya penetapan tersangka kliennya.  

"Termasuk halnya mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada DPR RI, yang memiliki fungsi pengawasan dan koreksional terhadap adanya dugaan serangkaian tindakan penyalahgunaan wewenang dalam proses pemeriksaan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik," tandas Herdika.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari kepolisian, terutama Polres Tanjung Pinang terkait dugaan kriminaliasi dan penyalahgunaan wewenang tersebut. []