Namun meski demikian masih ada sebagian orang yang menolak vaksin dengan berbagai alasan. Terlepas dari unsur politik karena memang ini program pemerintah, penolakan vaksin di media sosial terdengar di sana sini.
Ada yang menolak karena merasa imunnya masih kebal sehingga merasa aman dari penularan Covid-19. Ada yang menolak karena tidak setuju dengan vaksin buatan China. Ada juga yang menolak karena cuek dengan program ini. Dan, ada pula yang masih mempersoalkan kehalalan vaksin tersebut.
Dalam pandangan maqashid syariah, Islam membaca penolakan atas vaksin ini secara tersirat. Maqashid syariah didefinisikan oleh Washfi Asyur sebagai maksud-maksud mengapa syariah dibuat untuk manusia. Atau, mengapa sesuatu itu dibuat dan apa kepentingannya.
Tokoh yang tidak kalah penting bernama Imam Al-Ghazali menyebut maqashid As-syariah terdapat lima unsur di dalamnya, yaitu hifz ad-din (menjaga agama), hifz aql (menjaga akal), hifz nafs (menjaga jiwa), hifz al-mal (menjaga jiwa) dan hifz nasl (menjaga keturunan).
Jika kita menganalisa dengan salah satu lima unsur maqashid as-Syariah di atas, pengadaan vaksin ialah dalam rangka hiz an-nafs atau menjaga jiwa. Bahkan, bukan saja untuk menjaga jiwa diri seseorang yang divaksin akan tetapi juga jiwa orang lain yang berpotensi tertular darinya.
Maka, hemat penulis, melakukan vaksin adalah salah upaya penegakkan salah satu tujuan syariah Islam, yakni menjaga jiwa. Sebagaimana juga dilansir PBNU, KH Ishomuddin, salah seorang tokoh yang divaksin di Istana Negara, mengatakan demikian.
Maka sebaliknya, dalam kacamata maqashid as-Syariah, upaya menolak vaksin adalah bentuk pelanggaran terhadap agama, sebab berpotensi tidak dapat menjaga jiwa manusia dengan menjadi tertular atau menularkan virus ke orang lain.
Melalui penjelasan di atas amat jelas bahwa melakukan vaksin Covid-19 adalah dapat dikatakan sebagai upaya menjalankan perintah agama, yaitu perintah menjaga jiwa manusia.[]