Wajibkah Hukum Memilih Pejabat Negara dalam Islam?
Hukum Islam

Ketua Divisi Sosialisasi Pendidikan Pemilih dan SDM KPU Manggarai, Maria Shanti Kantur memegang surat suara untuk Pilkada Manggarai, di Ruteng, Manggarai, NTT, Rabu. | Antara Foto
AKURAT.CO, Belum lama ini, sebagian warga negara Indonesia telah mengikuti pemilihan umum secara serentak di berbagai kota dan kabupaten. Dan tentu peristiwa tersebut bukan yang pertama kalinya di negeri ini. Setiap lima tahun sekali, negara yang berlabelkan demokrasi tersebut memiliki hajat besar, yakni pergantian kursi kepemimpinan, baik di wilayah legislatif maupun eksekutif.
Imam Al-Mawardi sebagai ulama Islam berpendapat dalam kitabnya Al-Ahkam Al-Sulthaniyah, bahwa kepemimpinan adalah satu tema yang bertujuan untuk menggantikan kenabian. Yang mana, secara fungsinya adalah mengatur urusan dunia dan menjaga agama. Sehingga kemudian, menganggkat atau memilih pemimpin bagi masyarakat yang tinggal dalam satu wilayah atau negara itu hukumnya wajib menurut ijma (kesepakatan) ulama.
Mengenai fungsi pertama, yakni mengatur urusan dunia, maksudnya adalah terlibat atau ikut serta dalam pemilihan pemimpin, baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi, bahkan nasional. Sedangkan yang dimaksud dengan menjaga agama adalah memelihara keberlangsungan akidah yang substansial, syariah yang konsisten, dan akhlak yang baik.
baca juga:
Jadi sampai di sini, memilih pemimpin itu wajib hukumnya. Ibnu Taimiyah sendiri dalam karyanya Al-Siyasah Al-Syar’iyah, mengatakan bahwa enam puluh tahun di bawah kekuasaan atau kepemimpinan seorang pemimpin yang zalim itu lebih baik dibanding semalam tanpa ada kepemimpinan.
Selanjutnya, bahwa manfaat adanya pemimpin adalah menjamin keamanan daerah atau negaranya. Sehingga segala aktivitas dapat dilakukan dengan baik, misalnya belajar, bekerja, dan lain sebagainya. Tentu tidak mungkin bisa melakukan segala aktivitas tanpa adanya keamanan.
Disamping itu, jabatan kepemimpinan yang baik didapatkan secara adil dan berdasar pada kesepakatan rakyat. Seperti halnya Rasulullah Saw., berpesan kepada sahabatnya dalam sebuah riwayat: “Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi (jabatan) karena meminta, kamu akan ditelantarkan, dan jika kamu diberi dengan tidak meminta, kamu akan ditolong”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Kemudian dalam riwayat lain Rasulullah bersabda: “Sebaik-baik pemimpin kalian adalah kalian mencintai mereka dan mereka pun mencintai kalian. Kalian mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan kalian. Sedangkan sejelek-jeleknya pemimpin kalian adalah kalian membenci mereka dan mereka pun membenci kalian, kalian mengutuk mereka dan mereka pun mengutuk kalian”. (HR. Muslim).
Sementara ulama lainnya menambahkan, sebut saja Imam Al-Ghazali mengusulkan pendapatnya mengenai kriteria seorang pemimpin yang akan dipilih. Dalam karyanya Fadhaih Al-Bathiniyah disebutkan bahwa syarat seseorang menjadi pemimpin adalahpertama, najdat, yakni memiliki cukup kekuatan dan berwibawa.
Kedua, kifayah, yakni mampu menyelesaikan segala persoalan. Ketiga, wara’, yakni sikap hidupnya apik. Keempat, ilmu, yakni memiliki llmu pengetahuan. Kiranya, usulan yang ditawarkan oleh Imam Al-Ghazali tersebut dapat menjadi bahan referensi kita dalam memilih kriteria seorang pemimpin di negeri ini. Wallahu a'lam.[]