Fenomena Beragama saat Berurusan dengan Kekuasaan
Hikmah

Ilustrasi Politisasi Agama | ISTIMEWA
AKURAT.CO, Hiruk pikuk perpolitikan di Indonesia terus mencuat dengan berbagai intriknya. Politik menjadi momentum untuk unjuk kehebatan individu dan kelompok di ruang publik demi meraup kekuassan sementara. Berbagai tawaran menggiurkan kepada masyarakat terus didengungkan.
Namun cukup disayangkan manakala isu yang dipakai adalah agama. Agama digunakan oleh sebagian orang untuk mendongkrak suara pilkada dan pilpres semata. Ada sebagian orang yang hanya mau beragama dikala berurusan dengan kekuasaan.
Para tokoh menyebutnya sebagai politisasi agama. Agama hanya dijadikan sebagai topeng untuk meraup kekuasaan. Pada saat itulah agama kehilangan kesakralannya dan orang-orang awam dibodohi tanpa tau apa-apa.
baca juga:
Fenomena ini rupanya refleksi negatif atas masa silam 14 abad yang lalu pasca wafatnya nabi. Adanya perang Jamal, perang Siffin, perang Salib, yang dilakukan oleh sesama umat manusia, bahkan sesama muslim, disebabkan karena nafsu kekuasaan. Nilai spiritual agama kehilangan kehebatannya.
Kitabisa membayangkan betapa sedihnya melihat Sayyidina Ali yang merupakan menantu Rasulullah dan Sayyidah Aisyah istri nabi. Keduanya berperang demi kekuasaan pasca wafatnya Usman bin Affan. Padahal, keduanya mahir dalam beragama karena dekat dengan Rasulullah.
Kita harus melihat sejarah Islam dan Arab secara apa adanya. Memang Islam pernah mencapai kejayaannya, akan tetapi kita juga tak bisa mengelakkan bahwa semua itu berdiri tak lepas dari atas kafan-kafan masyarakat yang terbunuh karena kekuasaan para elit politik.
Fenomena beragama ketika merebut kekuasaan terus bergulir hingga hari ini. Suriah, Irak, Yaman, Iran, dan lain sebagainya adalah negara-negara yang mengklaim sebagai negara Islam akan tetapi sedang tidak baik-baik saja. Peperangan antar saudara masih terjadi di sana sini.
Umat manusia di Indonesia rupanya ada yang sebagian hendak meniru kegagalan sebagian dunia Arab dalam meneladani Al-Qur'an yang jelas mengajarkan persatuan dan persaudaraan. Begitu juga tidak mampu meneladani akhlak nabi yang berperilaku santun dan memaafkan.
Fenomena beragama hanya ketika berurusan dengan kekuasaan harus ditolak di bumi Indonesia. Demikian hanya akan menyulut tindakan egoisme sebagian kelompok karena mendasarinya dengan teks ilahi. Agama harus dikembalikan pada kkesakralannya