Tauladan Persatuan dan Kesatuan Bangsa Ala Rasulullah

Umat Islam usai melaksanakan salat Jumat berjemaah di Masjid At Tin, Jakarta, Jumat (5/6/2020). Masjid At Tin kembali melaksanakan salat Jumat berjemaah perdana setelah mendapatkan izin dari Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia usai penutupan sejak April 2020 akibat wabah COVID-19. Pengelola masjid membatasi jumlah jemaah dari yang semula berkisar 9.000 orang, kini maksimal hanya 5.000 orang. | AKURAT.CO/Endra Prakoso
AKURAT.CO, Nabi Muhammad adalah pribadi sang tauladan. Hidupnya tidak lain kecuali menjadi panutan. Segala gerak-geriknya menjadi acuan dan panutan bagi umatnya sepanjang zaman. Mentauladaninya adalah sebuah keharusan.
Dalam Tarikh At-Thabari karya Imam At-Thabari, disebutkan, bahwa ketika Rasulullah hijrah dari Makkah ke Madinah beliau banyak mengajarkan nilai persatuan dan kesatuan dalam bangsa. Hal itu tercermin ketika Rasulullah membangun kota Madinah.
Hal pertama yang bisa ditauladani dari kisah hijrah Nabi adalah menyatukan keragaman. Di Madinah terdapat banyak suku, ras, etnis, bahkan agama. Ada Yahudi, Nasrani, Islam Muhajirin, Ansor, bahkan kaum pagan.
baca juga:
Semua mereka dipersatukan oleh Rasulullah dalam naungan bangsa Madinah. Rasulullah membentuk persatuan dan kesatuan di antara mereka, dengan keberhasilannya meniadakan konflik antar satu sama lain. Padahal, Yahudi dan Nasrani sebelum Nabi ke Madinah identik dengan dua kelompok yang sering berseteru.
Teladan Rasulullah di dalam Madinah ia membuat konstitusi yang dapat menyatukan perbedaan, yaitu Piagam Madinah. Meski Nabi adalah pembawa risalah Islam, ia tak membuat hukum Islam sebagai konstitusi. Tujuannya agar diterima oleh semua kalangan.
Dalam konteks Indonesia, Piagam Madinah menyejarah seperti Pancasila, ideologi yang dibuat untuk menyatukan keberagaman dan keragaman bangsa. Semua agama, etnis, suku, dan keyakinan disatukan di bawah naungan Pancasila.
Teladan selanjutnya Nabi adalah orang yang mudah menerima saran dan kritik demi persatuan. Ketika Perjanjian Damai Hudaibiyah, ada seorang Yahudi bernama Suhail yang memberi kritik pada Rasulullah sebab ia membuat perjanjian dengan menyantumkan kata 'Rasulllah' dan 'arrahman arrahim".
Rasul menerima itu dan menghapus keduanya. Tidak lain, tujuannya bukan untuk merubah Islam, tetapi mendengar semua pendapat dari berbagai kalangan, bahkan dari yang berbeda agama sekalipun.
Itulah teladan Rasulullah dalam menciptakan persatuan dan kesatuan. Semoga menjadi teladan kita sebagai bangsa Indonesia yang dihuni oleh keragaman dalam banyak sisinya. Amin.[]