News

Pemprov DKI Jakarta Ngotot Terapkan ERP, Gimana Nasib Ojol?

Pemprov DKI Jakarta Ngotot Terapkan ERP, Gimana Nasib Ojol?
Pengemudi ojol akan terdampak langsung penerapan ERP di Jakarta. (Akurat.co/Endra Prakoso)

AKURAT.CO Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana menerapkan jalan berbayar elektronik atau ERP di 25 ruas jalan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas.

Merespons hal tersebut, Anggota Komisi V DPR, Suryadi Jaya Purnama, menyoroti nasib pengemudi ojek online (ojol) dan taksi online yang dinilai akan terbebani oleh biaya ERP.

"Jika ERP benar-benar diterapkan oleh Pemprov DKI, seluruh jenis kendaraan bermotor termasuk ojol dan taksi online juga akan terkena dampaknya," katanya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (26/1/2023).

baca juga:

Menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, sangat tidak adil jika kendaraan bertenaga listrik hingga mobil dinas pemerintah tidak dikenakan tarif ERP.

"Penerapan ERP ini tentunya dapat berdampak pada kehidupan masyarakat, mengingat banyak orang yang menggunakan sepeda motor sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan hidup," ujar Suryadi.

Oleh sebab itu, Suryadi meminta Pemprov DKI Jakarta untuk mengkaji lebih dalam rencama penerapan ERP, lantaran kondisi ekonomi masyarakat saat ini belum sepenuhnya pulih setelah pandemi Covid-19.

"Belum lagi ancaman krisis global yang sering disampaikan oleh Presiden Jokowi. Oleh sebab itu, kami menolak rencana penerapan ERP di Jakarta ini. Sebab penerapan ERP ini selain memberatkan masyarakat, malah hanya akan memindahkan kemacetan saja," terangnya.

Suryadi meminta Pemprov DKI dan pemerintah pusat menyelesaikan terlebih dahulu akar masalah kemacetan di Jakarta, daripada ngotot menerapkan ERP.

"Permasalahan utama adalah meningkatnya jumlah kendaraan pribadi yang tidak diikuti dengan peningkatan panjang jalan yang signifikan. Berdasarkan data BPS, pada tahun 2021 jumlah kendaraan bermotor di Jakarta sudah mencapai 21,75 juta unit atau tumbuh 7,6 persen dengan proporsi tertinggi adalah sepeda motor mencapai 75,92 persen," bebernya.

Sebaliknya, pertumbuhan jalan hanya 0,01 persen per tahun. Namun, dalam lima tahun terakhir, cakupan pelayanan transportasi publik di Jakarta sudah meningkat hampir dua kali lipat dari 42 menjadi 82 persen.

"Dengan transportasi publik yang sudah lebih baik, pemerintah pusat jangan malah membuat kebijakan yang akan meningkatkan penggunaan kendaraan pribadi seperti subisidi kendaraan listrik. Oleh karena itu, kami berpendapat solusi atas masalah kemacetan adalah pembatasan kepemilikan kendaraan, peningkatan jumlah transportasi publik serta penambahan dan perbaikan sarana prasarana jalan," demikian Suryadi.