AKURAT.CO, Budaya kekerasan di sepakbola Indonesia tampaknya memang harus ditindak secara tegas. Belum terlalu pudar rasanya ingatan terhadap tragedi Kanjuruhan pada awal Oktober lalu, dalam sepekan terakhir setidaknya ada dua peristiwa pelemparan bus tim yang mengangkut pemain Liga 1 Indonesia 2022-2023 yang dilakukan oleh orang tak dikenal.
Pelemparan bus tim yang pertama terjadi terhadap bus Arema FC sesaat ketika hendak meninggalkan Stadion Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta, Kamis (26/1) lalu. Sebagian kaca bus pecah dilempari batu dan pecahannya melukai pemain, yakni Adilson Maringa di bagian lutut dan Achmad Figo di bagian tangan.
“Kami memastikan semuanya dalam kondisi selamat, meski ada beberapa yang terluka terkena pecahan kaca dan lemparan,” kata Komisaris PT Arema, Tatang Dwi Arifianto, sebagaimana dipetik dari Antara.
baca juga:
Meski demikian, Asisten Pelatih Arema, Kuncoro, mengalami luka yang cukup serius di bagian lutut. “Lebih jauh terkait kondisi pastinya, tim medis akan melakukan pemeriksaan,” ucap Tatang.
Sementara itu, bus tim Persis Solo juga mengalami hal serupa ketika bertandang ke Stadion Indomilk Arena di Tangerang, Banten, untuk menghadapi Persita Tangerang, Sabtu (28/1). Peristiwa terjadi sekitar pukul 18.17 WIB ketika bus tim Persis bergerak di kawasan Kelapa Dua sampai pintu Tol Panunggangan.
Kepolisian setempat mengidentifikasi dan menahan tujuh orang yang diduga melakukan aksi tersebut. “Untuk pelaku sudah diamankan tujuh orang. Sampai saat ini masih kita kembangkan (kemungkinan adanya pelaku lain),” kata Kapolres Tangerang Selatan, AKBP Faisal Febri.
Berbeda dengan Arema, tak ada pemain Persis yang terluka akibat serangan pelemparan bus tim tersebut. Hanya seorang ofisial klub yang disebut mengalami luka ringan.
“Kami tidak mentolerir perbuatan kekerasan seperti itu dan atas nama Persita saya meminta maaf kepada tim Persis atas kejadian yang seharusnya tak terjadi ini,” kata Presiden Persita Tangerang, Ahmed Rully Zulfikar.
“Sudah cukup kejadian seperti ini di sepakbola Indonesia. Saatnya berbenah diri dan saling merangkul antara suporter. Sepakbola seharusnya menjadi alat pemersatu bukan ajang untuk permusuhan.”[]