
AKURAT.CO Meski sempat diterjang badai pandemi covid-19 serta ikut terdampak perkembangan kondisi global saat ini yang masih mengalami yang pasang surut, perekonomian nasional tetap mampu menunjukkan resiliensi dan terlihat beranjak pulih lebih cepat.
Sepanjang tahun 2022 ekonomi Indonesia mencatatkan pertumbuhan ekonomi secara impresif sebesar 5,31 persen (ctc). Angka tersebut mampu melampaui target yang ditetapkan Pemerintah yakni sebesar 5,2 persen (ctc) dan kembali mencapai level 5 persen seperti sebelum pandemi.
“Ya, pertama pencapaian ini menjadi katakanlah extraordinary di tengah tekanan global yang pertumbuhannya rendah," kata Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam siaran persnya, Selasa (7/2/2023).
baca juga:
Kata Airlangga, pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas rata-rata pertumbuhan dunia, yakni hanya mencapai 4 persen. Hasil tersebut tidak datang begitu saja, kebijakan yang diambil oleh Presiden Joko Widodo selama tiga tahun penanganan covid-19 jadi pemicunya.
"Itu keseimbangan antara gas dan rem, kemudian pembentukan KPC-PEN. Kemudian anggaran untuk perlindungan sosial dan pemulihan ekonomi nasional. Sehingga ini merupakan sebuah sequence,” kata dia.
Airlangga juga mengungkapkan, pemerintah memutuskan tidak mengambil kebijakan lockdown selama pandemi covid-19. Hal ini yang mampu mendorong perekonomian dapat terus bergerak dimana ekspor dan Neraca Perdagangan tetap mampu tumbuh positif selama pandemi.
Purchasing Managers's Index (PMI) Manufaktur Indonesia juga berada di atas 50 dan berada di level ekspansif.
“Jadi industri kita tidak kehilangan supply chain. Jadi mengisi supply chain. Justru di tahun 2022 dan 2021 ini terbantu oleh kenaikan harga komoditas. Pada saat dunia mulai kembali normal, nah butuh supply chain. Salah satu yang paling siap untuk mengisi adalah dari Indonesia,” katanya.
Lebih lanjut, Ketua Umum Partai Golkar tersebut kengatakan, dalam menghadapi tantangan global seperti perang Rusia-Ukraina, climate change, tingginya harga komoditas, inflasi global yang tinggi, serta tingkat suku bunga yang masih naik, Pemerintah memiliki bantalan yakni kuatnya domestic market.
“Karena domestic market kita kuat atau 51 persen hingga 52 persen dari ekonomi. Ekspor market kita sekitar 20 persen. Jadi resiliensi terhadap gonjang-ganjing global. Kita punya cushion. Nah, itu yang harus kita jaga. Daya beli kita jaga, domestic market dijaga. Kemudian tentu produksi kita jaga,” tutup Airlangga. []