
AKURAT.CO Obsessive Complusive Disorder (OCD) merupakan suatu kondisi psikologis yang terlalu obsesif terhadap sesuatu. OCD pada anak dapat berakibat pada kondisinya yang terus menerus melakukan sesuatu secara berulang. Hal itu dilakukan agar rasa cemas dalam pikirannya dapat hilang.
OCD pada anak membuat seorang anak tersebut terobsesi pada kebersihan tangannya atau sekelilingnya, hingga membuatnya berulang kali untuk terus membersihkannya secara tidak sadar supaya bebas dari kuman dan kotoran.
Gejala OCD pada anak yang perlu orang tua perhatikan
Dilansir dari berbagai sumber, Selasa (7/2/2023), OCD pada anak dapat didiagnosis jika perilaku yang anak lakukan dilakukan terus berulang dan menghabiskan banyak waktu. Karena perilakunya tesebut dapat menimbulkan stres dan mengganggu kegiatan sehari-harinya, seperti sekolah. Anak yang mengalami OCD akan sering merasa tertekan dan terganggu.
baca juga:
Dengan kondisi anak yang seperti itu, sangat diperlukan peran orang tua untuk membantunya menghadapi masalah yang dihadapi anak. OCD pada anak diperlukan penanganan khusus, karena mereka tak bisa disamakan dengan anak-anak lainnya. Gangguan OCD pada anak ditandai dengan dua perilaku yang menyatu, yaitu obsesif dan kompulsif.
Perilaku obsesif pada anak dapat berupa rasa cemas dan takut yang berlebihan hingga tak bisa dikendalikan, akan suatu hal yang tidak masuk akal. Untuk bisa meredakan rasa cemasnya, mereka akan terus melakukan sesuatu secara berulang supaya rasa cemasnya hilang. Sikap seperti itulah yang disebut kompulsif. Masalah dari penyakit ini, kecemasan akan selalu datang yang selalu membuat perasaan tidak tenang dalam pikiran.
Penyebab OCD pada anak
Dilansir dari berbagai sumber, Selasa (7/2/2023), penyebab gangguan OCD diduga dari berbagai faktor, yaitu:
1. Biologis
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa OCD dapat berkembang karena perubahan non-genetik dalam kimia tubuh dan fungsi otak. OCD pada anak disebabkan karena kekurangan serotoni. Hal inilah yang menjadi penyebab penghantar yang merangsang sel saraf dalam otak saat berkomunikasi satu sama lain, menjadi tidak bekerja dengan baik.
2. Infeksi bakteri
Anak-anak dan remaja muda yang membantu penderita OCD, setelah menderita infeksi bakteri strepkokus. Antibodi yang tercipta pada tubuh dapat bereaksi dengan otak, hingga memicu secara tidak langsung munculnya OCD pada anak-anak yang memiliki kecederungan. Bakteri ini dapat mengenai saraf dan mengganggu proses bekerjanya otak dalam mengelola informasi. Karena faktor ini, anak menjadi memiliki ketakutan dan kecemasan berlebihan.
3. Trauma emosional
Pergolakan emosional yang parah, seperti berkabung atau menderita pelecehan seksual dapat menimbulkan perkembangan OCD pada anak-anak hingga dewasa. Mereka akan merasa trauma yang tidak bisa hilang dalam waktu dekat. Timbulnya rasa cemas dengan segala hal yang dirasa bersangkutan dengan masa lalunya.
4. Lingkungan
Faktor dalam perkembangan OCD, mungkin saja telah melibatkan pengalaman dan sikap yang sudah dipelajari dari keluarga terdekat. Karena pengalaman tersebut, berakibat pada pola pikir yang salah. Dari sini, anak akan belajar dan terbiasa dengan pola tertentu hingga ia merasa cemas kalau tidak melakukan pola seperti biasanya.
Contoh perilaku anak yang didiagnosa OCD
Dilansir dari berbagai sumber, Selasa (7/2/2023), perilaku obsesif dan kompulsif oleh anak dalam berupa banyak hal yang dilakukannya, diantaranya yaitu:
- Membersihkan tangan berulang kali. Dalam sehari mungkin saja, anak akan melakukannya lebih dari 10 kali dan setiap saat.
- Memeriksa ulang segala hal dengan berulang kali. Seperti memastikan bahwa buku sekolah sudah dimasukkan ke dalam tas.
- Mengikuti tata tertib dengan baik dan sama persis yang digunakan. Salah satunya adalah mengenakan pakaian dengan urutan yang sama tiap harinya.
- Menyimpan benda-benda yang belum tentu digunakan. Mereka akan merasa khawatir jika benda yang dibuang, akan membuatnya menyesal dan tidak tenang.
- Kembali mengulang kata-kata yang telah diucapkan dari diri sendiri atau orang lain.
Inilah penyebab dan gejala OCD pada anak, yang perlu orang tua waspadai terhadap sikap anak. Segera konsultasi pada dokter, jika anak mengalami hal yang tak terduga atau tidak dapat menangani perilakunya lagi.