Sempurnakan Pelaksanaan Pemilu dan Pilkada, DPR Sepakat Prioritaskan Evaluasi Beberapa Unsur Ini
DPR RI

Koordinator Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) Ahmad Doli Kurnia saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk 'Beringin Diterpa Angin' di Jakarta, Sabtu (25/11). Diskusi tersebut membahas isu pergantian posisi Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) pasca ditahan oleh KPK terkait dengan kasus korupsi KTP elektronik. | AKURAT.CO/Sopian
AKURAT.CO, Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia Tanjung mengatakan, pihaknya telah menjadikan evaluasi Pemilu sebagai agenda prioritas guna menyempurnakan sistem Pemilu dan Pemilihan Kepala Daerah di masa yang akan datang.
"Kami juga di dalam dua kali rapat ini, kami sudah sepakat bahwa itu menjadi prioritas tahun pertama jadi kami berharap awal tahun 2021 itu semua UU yang berkaitan dengan penyempurnaan sistem politik termasuk di dalamnya kepemiluan itu, kami mau selesaikan," kata Doli di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (14/11/2019).
Menurut Doli, evaluasi Pemilu kali ini mencakup soal UU Pemilu, revisi UU partai Politik (Parpol) serta revisi tentang UU Pilkada.
baca juga:
"Nanti bisa satu paket, misalnya kita mau merevisi UU pemilu ya nanti akan rentetannya revisi UU partai politik, kalau kemudian kita merevisi UU pilkada nanti rentetannya adalah revisi UU pemerintahan Daerah revisi UU pemerintahan desa," jelas dia.
Ia menambahkan evaluasi terhadap sistem Pemilu saat ini dimaksudkan agar implementasi dari sistem demokrasi lebih substansial.
"Jadi kita sudah mulai bergeser dari pemaknaan demokrasi secara prosedural kita masuk ke hal-hal substansial dalam konteks demokrasi kita karena kita ini 20 tahun loh di era reformasi,lima kali pemilu tapi setiap lima tahun sekali kita," jelas dia.
Lebih lanjut, Doli juga mengatakan, ada empat hal yang menjadi catatan dalam melihat pilkada langsung. Pertama, pelaksanaan pilkada langsung berbiaya tinggi dan tidak efisien.
Kedua, muncul pertanyaan apakah pilkada langsung berhasil menghasilkan pemimpin-pemimpin atau kepala daerah yang kompeten.
Ketiga, apakah hasil dari pilkada yang mahal itu bisa menghasilkan penyelenggaraan pemilu yang efektif, bersih, dan tidak korupsi. Atau sebaliknya, pilkada langsung berhasil memperkuat pelayanan publik.
Keempat, adalah apakah dalam pelaksanaan pemilu atau pilkada betul-betul membuat partisipasi masyarakat meningkat atau malah terjadi politik transaksional, politik uang dan sebagainya.[]