Tersangka Kasus Suap Impor Bawang Putih Tulis Surat Terbuka untuk Jokowi

Ilustrasi - OTT KPK | AKURAT.CO/Candra Nawa
AKURAT.CO, Tersangka kasus dugaan suap izin kuota impor bawang putih sekaligus pengusaha Elviyanto, menulis surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo. Surat terbuka Elviyanto diserahkan ke kuasa hukum dirinya yang bernama
Denny Latief.
Surat tertanggal 10 November 2019 yang diberikan kepada wartawan sejumlah tiga lembar yang diketik dengan komputer.
baca juga:
Surat tersebut ditujukan untuk Presiden RI Joko Widodo, para pengusaha, dan para pemangku kepentingan untuk memajukan perekonomian Indonesia.
Berikut kutipan awal surat tersebut:
"Salam indonesia kerja.
Sejak tanggal 7 Agustus 2019 KPK telah menjadikan saya TERSANGKA, dengan tuduhan bahwa saya terkait dengan keberadaan mafia bawang putih internasional."
Kemudian Elviyanto melanjutkan dengan mengungkapkan alasannya memilih menjadi pengusaha karena mengaku dilarang untuk bekerja sebagai birokrat atau Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Karenanya, ia ingin menjadi pengusaha sukses sehingga kebanggaan keluarga dan menjadi pengusaha yang dapat dibanggakan oleh bangsa indonesia.
"Nampaknya cita-cita saya itu hampir saja putus akibat dari JEBAKAN DAN ATAU REKAYASA YANG DILAKUKAN KPK MELALUI PERKARA INI yakni dengan MENKRIMINALISASI SAYA dan sekaligus menahan saya," tulis Elviyanto.
Padahal menurut Elviyanto, ia yakin bahwa transaksi bisnis yang ia lakukan dengan tersangka Dodi dan Zulfikar adalah murni transaksi dagang (Perdata Murni) yang dilakukan antara pihak swasta dan swasta.
"Bukti dari transaksi yang dianggap KPK sebagai hasil OTT jelas itu BUKAN MERUPAKAN hadiah ataupun suap, MELAINKAN, adalah FEE PENGURUSAN TERKAIT adanya Kesepakatan antara saudara Dodi dengan saya, dimana uang muka ataupun uang oprasional yang ditransfer sesuai dengan arahan saya itu akan saya kembalikan bilamana saya gagal mengurus kuota impor bawang putih itu," tulis Elviyanto.
Ia mengatakan, dari Kesepakatan itu nampak jelas adanya kekhawatiran darinya dan Dodi akan potensi kegagalan pengurusan kuota bawang putih itu.
"Saya rasakan setelah karenaa I Nyoman Dhamantra yang saya harapkan sangat membantu ternyata MENOLAK PERMINTAAN saya untuk membantu mengurus import bawang putih tersebut. Hal itulah yang melatar belakangi saya sehingga saya menyepakati pengembalian uang bila mana saya tidak sanggup atau gagal mengurus kuota import bawang putih sesuai permintaan Saudara Dodi," tulis Elviyanto.
Ia menilai konstruksi Dakwaan KPK terlihat aneh dan dipaksakan.
Hal itu karena menurutnya telah mentersangkakannya dalam kaitannya sebagai Pelaku Penerima hadiah atau suap.
"Bagaimana mungkin transksi dengan kesepakatan adanya kewajiban mengembalikan uang muka apabila pengurusan import bawang putih itu gagal, di anggap sebagai hadiah atau suap? Bilamana itu benar hadiah atau suap pasti tidak ada kewajiban untuk mengembalikan uang muka tersebut," tulis Elviyanto.
Ia berpendapat, dakwaan jaksa KPK prematur karena adanya pengembalian dana tersebut.
"Tapi yang paling penting DALAM PERKARA INI adalah TIDAK ADANYA keterlibatan Penyelenggara Negara di dalam pengurusan kuota import bawang putih itu, saya pastikan dengan mengangkat sumpah bahwa sejak awal Saudara I Nyoman Dhamantra tidak terlibat karena sejak awal dia telah Menolak membantu sehingga jelas TIDAK ADA PERAN APAPUN DARI I NYOMAN DHAMANTRA dan ini jelas urusan Saya dengan Dodi," tulis Elviyanto.
Ia pun menyebut dakwaan KPK terhadapnya adalah dongeng.
Selain itu ia juga mengatakam bahwa dirinyabdan adiknya yang juga tersangka dalam kasus tersebut, Mirawati Basri, tidak ada hubungannya dengan impor bawang putih yang dilakukan oleh tersangka Afung atau perusahaannya di tahun 2018.
Dalam surat itu, ia pun sempat menyinggung harapannya agar KPK tidak menjadi distorsi yang menghambat investasi.
"Menurut saya keberadaan KPK dengan tujuan Pemberantasan Korupsi diharapkan tidak melahirkan distorsi baru yang akan membuat para pedang atau investor takut untuk berhubungan dengan transaksi yang melibatkan Kepala Daerah atau Penyelenggara Negara," tulis Elviyanto.
Di akhir suratnya, ia meminta agar apa yang ia sampaikan dalam surat tersebut dijadilan renungan khususnya kepada KPK di dalam keterlibatan dan tanggung jawabnya memajukan perekonomian Indonesia.
"Harapan saya penegakan hukum memiliki implikasi langsung terhadap kenyamanan dan keamanan investasi di indonesia. Seperti layaknya menarik benang dalam tepung," tutup Elviyanto.
Diberitakan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDIP, I Nyoman Dhamantra sebagai tersangka.
I Nyoman Dhamantra bersama lima orang lainnya ditetapkan menjadi tersangka terkait kasus suap pengurusan izin impor bawang putih tahun 2019.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan I Nyoman Dhamantra menerima uang suap dari Chandry Suanda alias Afung, Doddy Wahyudi, dan Zulfikar selaku pihak swasta.
"KPK menduga sebagai penerima Anggota DPR 2014-2019 INY (I Nyoman Dhamantra), orang kepercayaan INY yakni MBS (Mirawati Basri), dan pihak swasta yakni ELV (Elviyanto)," kata Agus Rahardjo saat konferensi pers di Gedung KPK Merah Putih Jakarta Pusat, Kamis (8/8/2019).
Atas perbuatannya I Nyoman Dhamantra, Mirawati Basri, dan Elviyanto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.[]