Anggota Komisi IX Minta Pemerintah Terbuka Soal Vaksin Gotong Royong
DPR RI

Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani. | Antara photo
AKURAT.CO, Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher, meminta Pemerintah untuk transparan dan terbuka menjelaskan izin pemberian vaksin mandiri atau vaksin gotong royong yang terbit dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 10 tahun 2021.
"Ini untuk mempercepat apa? Apakah sasarannya di luar 181 juta peserta? Atau apa? Pemerintah kan sudah menetapkan 70 persen populasi ini untuk mencapai herd immunity sebagai basis tujuan vaksinasi dan menjamin gratis," kata Netty dalam keterangan yang ditulis, Selasa (2/3/2021)
"Apalagi pengusaha juga belum memberikan data peserta vaksinasi ini, " sambungnya.
Ketua DPP PKS ini menilai, jika program ini hanya mengejar target 181 juta penerima vaksin, maka berpotensi redundant dalam penganggaran.
"Keterangan Kemenkes saat rapat dengan Komisi IX beberapa waktu lalu, 181 juta peserta vaksin itu dikonversikan menjadi kebutuhan dosis vaksin yang pengadaannya menggunakan APBN. Jangan sampai segelintir orang mendapatkan keuntungan, sementara negara dirugikan, " terangnya.
Selain itu Netty juga menyinggung, dalam beberapa kesempatan Menkomarves menyampaikan bahwa vaksin mandiri memakai vaksin sinopharm di luar vaksin program pemerintah dan akan melakukan pemesanan dalam waktu dekat.
Karenanya, jika vaksin gotong royong ini menggunakan sinopharm dan lainnya, Netty meminta Pemerintah harus membuktikan secara terbuka.
"Skemanya bagaimana. Ketersediaan sinopharm berapa, kapan datang, dan bagaimana implementasinya?," tegasnya.
Netty menambahkan, PMK nomor 10 tahun 2021 menjadi dasar pemerintah untuk memberikan kewenangan yang besar kepada pihak swasta untuk melaksanakan vaksinasi dari hulu hingga hilir.
Wakil Ketua Fraksi PKS ini juga mengingatkan pemerintah agar pengusaha dan perusahaan yang mengikuti program ini harus menjamin bahwa vaksin bagi karyawan dan keluarganya ini gratis dan tidak memotong gaji pekerja.
Kedua, lanjut Netty, jangan sampai ada oknum pemburu rente yang tidak bertanggung jawab, bahkan memperjualbelikan secara sembunyi-sembunyi atau bahkan terbuka kepada masyarakat yang tidak sesuai peruntukannya.
Kemudian Netty berharap, Vaksin yang akan digunakan terpenuhi tahapan dan prosesnya secara ilmiah, sesuai dengan aturan meliputi aspek safety, efficacy, dan quality serta mendapatkan Emergency Use Authorization (EUA) dari BPOM dan kehalalan dari MUI.
"Pemerintah dan aparat penegak hukum harus melakukan pengawasan mulai dari proses pengadaan, distribusi, dan pelaksanaan vaksinasi di fasilitas kesehatan sebagaimana disebut dalam aturan," tegasnya.[]