Dilaporkan ke Komnas HAM, Sultan HB X Ogah Ambil Pusing

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X usai menggelar rapat koordinasi di Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Sabtu (6/2/2021) | AKURAT.CO/Kumoro Damarjati
AKURAT.CO, Aliansi Rakyat untuk Demokrasi Yogyakarta (ARDY) akhirnya melaporkan Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono (HB) X ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Selasa (16/2/2021). Sultan mengaku tak terlalu mempersoalkan pelaporan terkait Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2021 ini.
"Nggak apa-apa biarin saja nanti terserah keputusannya (Komnas HAM) saja," kata Sultan, Jumat (19/2/2021).
Pelaporan terkait beleid yang mengatur tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat Di Muka Umum Pada Ruang Terbuka ini lagipula menurut Sultan tak akan berujung pada pidana.
baca juga:
"Kan keputusannya bukan pidana, keputusannya dicabut, diperbaiki atau tidak, nggak apa-apa biarin aja proses hukum diberi ruang," tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, ARDY melaporkan Gubernur DIY Sri Sultan HB X ke Komnas HAM, Selasa (16/2/2021) kemarin. Pelaporan terkait terbitnya Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pengendalian Pelaksanaan Pendapat Di Muka Umum Pada Ruang Terbuka.
ARDY yang beranggotakan 78 lembaga nonpemerintah dan individu prodemokrasi ini menilai Pergub tersebut berpotensi melanggar hak asasi manusia. Ada empat hal yang disorot pada beleid itu.
Pertama, adalah mengenai pembatasan kawasan penyampaian pendapat di muka umum. Berkedok pariwisata, Sultan meneken aturan untuk membatasi kebebasan mengeluarkan pendapat. Pergub tersebut mengacu pada keputusan Menteri Pariwisata Nomor KM.70/UM.001/2016 tentang Penetapan Obyek Vital Nasional Di Sektor Pariwisata.
Pasal 5 menyatakan penyampaian pendapat di muka umum berlangsung di ruang terbuka untuk umum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali di Istana Negara Gedung Agung, Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Keraton Kadipaten Pakualaman, Kotagede, dan Malioboro. Demonstrasi hanya bisa dilakukan pada radius 500 meter dari pagar atau titik terluar.
Sementara di kawasan larangan sebagai lokasi aksi tersebut terdapat sejumlah lembaga negara, seperti Gedung DPRD DIY dan Kantor Pemda DIY. Tempat-tempat itu selama ini menjadi panggung untuk masyarakat sipil menyuarakan pendapat dan kritik terhadap pemerintah.