Orang Tua yang Mengirim Anak ke Penjara

Ilustrasi - Anak letih | ISTIMEWA
AKURAT.CO Apakah siswa SMP dan SMA memiliki kebebasan? Pernahkah murid diajak rapat guru bahas bunyi aturan sekolah? Apa penting bikin aturan wajib berjilbab bagi siswi? Ini sebenarnya tentang apa, sih, apakah tentang kepatuhan agama, visi sekolah, terpengaruh Arab Saudi, atau kebodohan para guru yang melembaga? Perempuan yang rambutnya kelihatan bakal masuk neraka? Ah, dongeng itu. Itu jualannya HTI melalui Rohis.
Kenapa siswa SMA dilarang merokok di sekolah padahal beberapa guru juga perokok. Apa ketika siswa merokok, dia langsung batuk dan muntah, lalu masuk ICU atau mati? Kalau memang rokok dianggap bahaya, maka setiap guru, baik di sekolah maupun di rumah harus dilarang merokok. Kalau guru ketahuan merokok di rumahnya, ketika di sekolah dia harus dapat sanksi dari dewan guru.
Bikinlah aturan dengan logika lurus. Di masyarakat, pembacokan dilarang. Sebab itu menyakiti, dan korban bisa mati kehabisan darah. Karena membacok tindakan berbahaya bagi yang dibacok, maka di sekolah aksi tawuran dan perkelahian dilarang. Bagaimana dengan rokok? Kalau guru, orang tua, pemuda di masyarakat boleh merokok. Kenapa siswa di sekolah dilarang? Jadi, sebenarnya rokok itu baik atau tidak?
Guru berdalih, ‘’Ya, tapi siswa kan belum kerja. Gara-gara ketagihan rokok, uang jajan habis untuk tembakau.’’ Pertanyaannya, apakah setiap siswa miskin? Tidak! Bagaimana kalau siswa dibekali uang jajan banyak sehingga rokok baginya bukan barang mahal. Lagi pula, uang jajan digunakan untuk membeli apa, bukankah itu hak siswa? Kan itu uang siswa, bukan duit guru. Kenapa banyak sekali larangan. Itu sekolah atau penjara?
Uang siswa digunakan beli rokok, apa urusannya dengan sekolah? ‘’Nanti asapnya bisa mengganggu pernafasan siswi dan paru-paru!’’ kata guru. Ya, kan bisa merokok di parkiran atau taman sekolah, tempat yang luas agar asapnya langsung menguap ke angkasa. Itu hanya soal teknis, bukan masalah rokok itu sendiri.
Intinya, kalau guru di rumah juga bebas merokok, kenapa siswa sekolah dilarang? Kan, hanya bakar tembakau, bukan minum sianida. Kenapa sih siswi diwajibkan berjilbab? Untuk apa? Biar apa? Apakah kalau sekolah pakai kaos, langsung ada sekumpulan burung gagak mematuk-matuk lehernya? Memangnya kalau rambut siswi kelihatan, para siswa ramai-ramai akan melecehkanya? Kalau siswi kelihatan sikutnya dan dilihat oleh guru pria, mungkinkah si guru langsung telpon istrinya minta izin kawin lagi? Tugas guru mencuci otak ngeres dirinya sendiri dan murid pria.
baca juga:
Kebijakan konyol terus menerus lahir di Indonesia tanpa makna esensial. Ini belum membahas kasus intoleransi di Padang dan Jogja dimana siswi nonmuslim dipaksa ikut memakai jilbab. Ini tentang kesalahan pikir sebagian umat islam, tentang masyarakat yang naif dan malas memforsir akal. Ini tentang esensi, tentang makna menjadi anak manusia, bahwa sebenarnya guru-guru itu punya visi tidak tentang mengantar murid masuk ke gerbang post-truth?
Orang tua sudah membayar mahal ke sekolah yang memasang slogan ‘’Tempat Murid Berprestasi’’, ‘’Cinta Ilmu Pengetahuan dan Teknologi’’, ‘’Lulusan Dijamin Terserap Dunia Kerja’’, tapi bagaimana kalau hasil akhir tidak menunjukkan demikian. Bolehkah orang tua menggugat sekolah karena anaknya masih menganggur setelah lulus? Bukankah sekolah telah melakukan penipuan?
Coba perspektifnya kita balik. Kalau siswa dan siswi dibiarkan bebas berpakaian layaknya pelajar SMA di Amerika Serikat, memang kenapa? Bukankah yang jadi objek ajar itu nalar? Bukankah nalar adanya di kepala dan bukan di dengkul? Justru aturan sekolah lah yang menyempitkan pola pikir siswa. Dengan mewajibkan siswi berjilbab, seolah aturan itu jadi kebenaran, sehingga kalau ada yang tak berjilbab dicap ‘Pelanggar Aturan’, ‘Tersesat’, ‘Lonte’, ‘Murahan’.
Sejak kapan berjilbab jadi ukuran baik buruk sifat orang? Hanya guru otaknya kecil yang menganggap begitu. Memangnya kalau ada yang tak berjilbab, leher kelihatan, mata seluruh siswa dan guru pria melotot sepanjang hari dari jam 07.00–14.00 WIB, begitu? Tidak juga, kan? Makanya, apa pentingnya? Justru kewajiban berjilbab di sekolah melanggar hak siswi untuk memilih pakaian yang dicintai dan digemarinya.
Melarang anak manusia memilih pakaian untuk diri sendiri pelanggaran HAM. Yang jadi fokus guru harusnya bukan pakaian murid, tapi kiprah sekolah itu sendiri. Semua orang tahu sekolah lembaga Penumbuh dan Penyebar Ilmu. Maka, kalau ada sekolah tidak becus membikin siswa jadi pintar dan melek perkembangan dunia terbaru, harusnya sekolah model begitu ditutup, karena gagal jadi sekolah. Sampah lembaga pendidikan!
Gara-gara siswi diwajibkan berjilbab, siswa dilarang merokok, sabuk dan sepatu harus sama, seharian guru hanya sibuk menegakkan aturan bodoh tanpa makna. Andai tak ada aturan begitu, akan ada banyak waktu yang tersisa. Karena tak diganggu penegakan aturan konyol, di sela-sela mengajar, guru bisa diskusi dengan rekan guru tentang bagaimana cara membawa sekolah naik peringkat, membicarakan strategi kerja sama dengan perguruan tinggi.
Kalau waktu guru tidak disita menegakan aturan bodoh ala Taliban, guru bisa sejenak diskusi memikirkan bagaimana mengantarkan siswa lolos seleksi ITB, mendorongnya jadi ilmuan roket atau pakar antariksa, berkarir di NASA, lalu setelah 10 tahun di AS, kembali ke Indonesia untuk membangun industri dirgantara agar NKRI becus bikin roket pembawa satelit ke Mars. Pernahkah guru MTs dan MAN berpikir sejauh itu?
Tapi, ya bagaimana mencetak ilmuan kelas dunia, orang guru-guru kita hanya sibuk memarahi siswi yang pakai baju ketat. Kenapa sih guru-guru kita hobi berkutat pada urusan remeh dan tak penting? Dari pada seharian patroli mencari siapa siswa berambut panjang, siapa yang barusan merokok di toilet, lebih baik fokus menyiapkan murid setelah lulus. Jadikan sekolah lembaga pembebasan, bukan penjara.
Tugas guru mencetak murid menjadi manusia sebagaimana jurusan yang diambil. Kalau ada lulusan Biologi masih percaya dukun santet, berarti gurunya di sekolah gagal dalam mendidik. Sebab santet itu dongeng tak nyata dan orang sakit tertentu itu bukan karena boneka ditusuk jarum atau hasil mantra jahat, tapi karena kemasukan virus atau gennya mengandung penyakit turunan.
Kalau ada lulusan Fisika masih percaya bencana alam disebabkan di suatu Kampung ada pemuda berhubungan seks, guru sekolahnya gagal. Sebab gempa bumi, banjir, tsunami, gunung meletus, tidak berkaitan dengan 2 kelamin bukan suami istri berpatukan. Lulusan Fisika macam itu korban dakwah ustad yang tak becus IPTEK, alias pendakwah bodoh bin kebulet tahayul.
‘’Ya, tapi kan jilbab itu kewajiban islam. Sekolah hanya menegakkan agama,’’ kata guru. Kata siapa kewajiban? Hukum hijab itu tafsirnya tidak satu, tergantung anda ikut yang mana. Tapi kalaupun ikut pendapat jilbab wajib, itu kan pendapat anda. Kenapa anda jadikan aturan sekolah dan memaksa murid ikut nafsu anda? Dimana kebebasan siswa siswi sebagai anak manusia dan Warga Negara Indonesia, negeri yang demokratis?
Coba jangan berpikir tentang kewajiban yang ada di kepalamu, Guru. Pikirkanlah tentang hak dan kemerdekaan muridmu. Apakah kalau siswi dibebaskan memilih pakaian, tiba-tiba tumpah berahi dan masing-masing murid cari pasangan untuk bercinta di ruang kelas? Ya pasti tidak, kan? Kacau tidaknya sekolah tergantung isi otak orang-orang di dalamnya, tidak ada hubungannya dengan bentuk pakaian atau warna kaos kaki.
Kalau aturan berpakaian dicabut, memangnya siswi berangkat ke sekolah pakai bikini? Ya tidaklah. Jadi guru tidak usah berpikir aneh-aneh dan penuh prasangka buruk. Hanya karena murid dibebaskan menggunakan pakaian yang disukainya, tak mungkin orang berangkat sekolah hanya pakai celana dalam doang. Jangan berpikir begitu, Pak Guru, itu pikiran penggemar film porno, dan murid anda manusia dalam budaya, pasti tahu batasan diri.
Kalau siswi tak ingin berjilbab, memang kenapa? Ya terserah dia, to? Kan dia yang punya badan, leher, dan rambut. Apa kaitannya dengan kegiatan belajar mengajar? Tidak ada, kan? Baiklah kalau siswi diwajibkan berjilbab dengan dalih aturan agama. Tapi kalau ada guru malas baca, ia harus dijatuhi sanksi. Sebab surat al Alaq menyuruh muslim membaca, sedang guru itu tidak melakukan bunyi perintah agama.
Baiklah siswi diwajibkan berjilbab karena perintah agama, tapi kalau guru enggan berangkat ke Gaza berperang melawan Israel, ia harus dihukum. Kenapa? Karena Al Quran memerintahkan setiap pria berperang kalau saudara seiman diperangi. Bukankah muslim Palestina sedang dijajah zionis? Iya dong, itu kan fakta. Maka, guru yang enak enakan main HP di ruangan ber-AC sedang saudara seimannya (Gaza) ditembaki Israel, guru itu harus dihukum.
Baiklah siswi diwajibkan berjilbab karena perintah agama, tapi kalau kepala sekolah tidak menyantuni dan membiayai hidup anak yatim, dia harus dipecat. Sebab agama memerintahkan muslim untuk merawat anak yatim dimanapun dijumpainya. Kenapa melebar kemana-mana? Ya karena kalau argumennya demi taat agama, maka semua perintah agama yang tertulis di kitab suci harus dilaksanakan. Itu tanda pemeluk agama yang konsisten.
Jangan sampai guru kita jadi contoh manusia munafik. Menyuruh siswi berjilbab karena dalih perintah agama, keras menghukum murid yang melanggar, giliran ditanya, ‘’Sudah santuni anak yatim belum, Pak Guru?.’’ Eh, dia marah-marah. Belum juga ditanya, ‘’Kapan Bapak Ibu berangkat ke Palestina melawan Israel? Itu kan perintah Al Quran, Pak, Bu!’’. Sebagai murid, punya hak dong untuk mengingatkan gurunya tentang isi agama.
Makanya, dari pada terlihat munafik, sebaiknya guru MTs, SMA atau MAN, tidak usahlah bikin aturan konyol. Kalian perlu banyak membaca lagi. Cabutlah aturan wajib berjilbab di sekolahmu. Selain norak, tidak penting, juga tidak bermanfaat. Untuk apa mewajibkan berjilbab? Memangnya kalau siswi tidak berjilbab, tiba-tiba terserang panu dan kudisan, begitu? Ya tidaklah. Hanya orang goblok yang berpikir begitu.
Coba, biar apa siswi harus berjilbab? Supaya dipandang sebagai perempuan baik-baik? Itu tidak ada hubungannya lah. Kalau orang itu wataknya brengsek, ya disuruh pakai pakaian apapun juga tetap berengsek. Tapi sebaliknya, kalau anda ke pantai Kuta, jangan pernah berpikir bule berbikini adalah lonte atau PSK. Mereka manusia biasa, berpakaian minim karena lagi di pantai. Mereka adatnya begitu.
‘’Tidak semua yang berjilbab solehah. Tapi perempuan solehah pasti berjilbab,’’ kata ibu guru. Bohong! Itu hanya klaim naif. Solehah itu gelar sosial bagi perempuan setia, jujur, ringan tangan, dan penyayang. Perempuan dengan integritas begitu tidak hanya ditemukan dalam islam. Jadi, di dunia ini jutaan perempuan baik dan sosialis tapi tidak berjilbab. Jangan percaya propaganda HTI, mereka kaum pengecer ideologi tak laku yang membidik siswi kurang referensi.
Kalau siswi merasa mendapat manfaat dari berjilbab, pasti dia akan memakainya. Sebaliknya, ada siswi merasa jilbab bikin repot, gerah, tidak keren, membatasi ekspresi penampilan, ya biarkan dia tak berjilbab. Tak usah bikin aturan ala Mullah Iran. Guru harus menjamin tiap anak manusia nyaman dengan pilihannya. Sudah cukup Taliban menghancurkan Afghanistan. Biarkan NKRI jadi tanahnya kaum merdeka.[]