Polemik Hijab Non-Muslim, PSI: Tak Boleh ada Paksaan. Itu Pelanggaran Konstitusi

Siswa mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) di Sekolah Menengah Atas (SMA) 70 Bulungan, Jakarta, Senin (1/4/2019). Sebanyak 2.019.680 siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA) di seluruh Indonesia mengikuti UNBK yang diselenggarakan pada 1, 2, 4, dan 8 April 2019 | AKURAT.CO/Dharma Wijayanto
AKURAT.CO, Politikus Partai Solidaritas Indonesia Tsamara Amany Alatas turut merespon terkait viral video adu argumen antara orang tua siswi nonmuslim dan pihak sekolah, yang diminta memakai kerudung atau jilbab.
Tsamara menilai, tidak boleh ada pemaksaan dalam menggunakan model pakaian agama tertentu.
"Tak boleh ada paksaan berdasarkan keyakinan tertentu. Itu pelanggaran konstitusi," tulis Tsamara dalam akun twitternya @TsamaraDKI, Minggu (24/1/2021).
baca juga:
Menurutnya, sekolah harus mengakomodasi hak siswa sesuai keyakinannya.
"Siswa Muslim punya hak menggunakan jilbab. Sebaliknya, siswa non Muslim juga berhak tidak menggunakan jilbab," tegasnya.
Siswa Muslim punya hak menggunakan jilbab. Sebaliknya, siswa non Muslim juga berhak tidak menggunakan jilbab. Sekolah harus mengakomodasi hak siswa sesuai keyakinannya. Tak boleh ada paksaan berdasarkan keyakinan tertentu. Itu pelanggaran konstitusi.
— Tsamara Amany (@TsamaraDKI) January 24, 2021
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menegaskan bahwa sekolah tidak boleh membuat peraturan atau himbauan untuk menggunakan model pakaian agama tertentu.
"Sekolah tidak boleh sama sekali membuat peraturan atau himbauan kepada peserta didik untuk menggunakan model pakaian agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah, apalagi jika tidak sesuai dengan agama atau kepercayaan siswa," tegas Nadiem dalam sebuah cuplikan video, Minggu (24/1/2021).
Ia menilai, aturan tersebut merupakan bentuk intoleransi atas keberagamaan, sehingga bukan saja melanggar peraturan Undang-undang tapi juga nilai-nilai pancasilan dan kebhinekaan.