Empuknya Kursi Menteri Jokowi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat memperkenalkan para menterinya di tangga depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu (23/10/2019). Presiden Joko Widodo mengumumkan nama-nama menteri yang masuk ke dalam kabinet di masa pemerintahannya yang kedua. Pengumuman ini dilakukan dengan duduk santai di tangga Istana Merdeka. | AKURAT.CO/Sopian
AKURAT.CO, Kurang dari sebulan, dua menteri Jokowi ditangkap KPK. Menteri KKP Edhy Prabowo, yang ditangkap karena korupsi izin ekspor benih lobster, dan Mensos Juliari Batubara, yang korupsi Bansos Covid-19. Namun hingga kini, keduanya belum diganti. Mungkin Jokowi sedang menunggu wangsit dan hari baik, sehingga rakyat harus bersabar, menunggu Rabu pon ke depan.
Lamanya dua kursi menteri kosong, memantik wacana reshuffle kabinet. Angin reshuffle pun berhembus, menjadi perbincangan di tingkat elite dan publik. Rakyat sudah terbiasa, membicarakan menteri-menteri yang korupsi, sambil menyeruput kopi, di pagi hari.
Kursi menteri merupakan kursi empuk. Wajar jika setiap orang memperebutkannya. Tak hanya petinggi partai dan kalangan profesional, para relawan pun turut bertarung dan berjuang, demi mendapatkan kursi menteri Jokowi, yang empuk itu.
baca juga:
Empuk, renyah, dan gurihnya kursi menteri, membuat orang mati-matian mengejarnya. Karena dari kursi menteri tersebut, mereka bisa bermimpi menjadi capres dan cawapres. Berambah kaya, yang cukup untuk bekal di hari tua.
Isu reshuffle membuat para menteri tak bisa tidur, tak enak makan, dan badan bisa panas-dingin. Mereka menganggap jabatan menteri itu segalanya. Jika diganti, maka akan hancurlah reputasi, dan menganggur dikemudian hari.
Jabatan menteri yang prestisius, penuh privilege, dan membawa kenikmatan, akan hilang sekejap, jika Jokowi mengganti menteri-menterinya itu.
Kenikmatan menjadi menteri, memang melenakan, memabukan, dan bisa lupa daratan. Ketika belum menjadi menteri, mereka berkata tak akan korupsi, akan mengabdi pada bangsa dan negara. Namun ketika sudah duduk di kursi empuk itu, mereka merampok uang negara.
Mereka yang menjadi menteri adalah, orang-orang yang bernasib baik, beruntung, dan bergaris tangan lurus. Karena tak semua anak bangsa, bisa meraihnya. Hanya orang-orang yang gigih, bermental baja, berkeringat, dan berdarah-darah dalam berikhtiar, didorong oleh nasib baik, kursi menteri bisa diraih.
Menteri bukanlah jabatan kaleng-kaleng. Walau hanya menjadi “pembantu” presiden, mereka dihormati dan dihargai di seantero negeri. Kedatangannya ditunggu, bantuannya dinanti, dan ucapan dan perilakunya ditiru. Karena mereka bukan “pembantu” biasa, bukan “pembantu” rumah tangga, tapi pembantu kepala nagara dan kepala pemerintahan.