Hasil Uji Coba Vaksin AstraZeneca Bikin Bingung, AS Lakukan Tes Sendiri
Lawan Covid-19

Ilustrasi vaksin COVID-19 | Clinical Omics
AKURAT.CO, Seorang ilmuwan AS yang mengawasi uji coba vaksin COVID-19 mengatakan pada hari Senin (7/12), bahwa ia mengharapkan penelitian besar di AS untuk menentukan seberapa efektif inokulasi eksperimental AstraZeneca. Pasalnya, hasil dari uji coba yang dirilis oleh perusahaan dan Universitas Oxford disebut membingungkan.
AstraZeneca adalah salah satu pengembang vaksin terkemuka, tetapi data sementara yang dirilis pada 23 November dari uji coba di Inggris dan Brasil menunjukkan kinerja yang sangat berbeda ketika vaksin itu diuji dalam dua kombinasi dosis yang berbeda.
Menurut perusahaan, sekelompok kecil subjek uji coba secara tidak sengaja menerima setengah dosis diikuti dengan dosis penuh, bukannya dua dosis penuh yang direncanakan. Dalam kelompok itu, vaksin terbukti 90 persen efektif mencegah penyakit. Tetapi kelompok yang lebih besar yang menerima dua dosis penuh justru menunjukkan tingkat keberhasilan hanya 62 persen.
baca juga:
Meskipun kemanjuran 62 persen di atas tolok ukur yang ditetapkan oleh regulator untuk menyatakan keberhasilan vaksin COVID-19, tetapi itu jauh jika dibandingkan dengan kemanjuran 95 persen dan 94,1 persen yang ditunjukkan dalam uji coba besar untuk vaksin dari Pfizer dan Moderna.
Sebuah studi AS tentang vaksin AstraZeneca yang melibatkan sekitar 30.000 sukarelawan sedang dikerjakan dan akan menghasilkan data pada akhir Januari.
Dr Larry Corey, salah satu pemimpin Jaringan Pencegahan Vaksin Virus Corona AS, yang membantu merancang dan mengawasi uji coba program Operation Warp Speed pemerintah AS, menyebut ia sangat yakin dengan rancangan uji coba yang dilakukan AS. Ia juga menegaskan mereka memahami betul berapa dosis yang harus diberikan.
Dosis dalam uji coba Inggris "tidak dilakukan dengan benar," kata Corey dikutip dari Channel News Asia, Selasa (8/12). Namun, perbedaan dosis tidak sepenuhnya menjelaskan variasi efektivitas yang terlihat di uji coba Inggris dan Brasil, katanya.
"Salah satu masalah dengan data Oxford adalah banyaknya ketidakseragaman dalam jadwal dan dosis yang membuat interpretasi hasil menjadi sulit," katanya dalam wawancara telepon.
Ada juga perbedaan dalam interval antara dosis dalam uji coba di Inggris versus uji coba Brasil, serta perbedaan yang signifikan dalam rentang usia yang termasuk dalam penelitian. Misalnya, semua orang dalam kelompok yang 90 persen efektif berusia di bawah 55 tahun, kelompok yang tidak terlalu rentan terhadap COVID-19 parah.