Siap Akhiri Pandemi, WHO Pertimbangkan Paspor Khusus untuk Yang telah Divaksin Corona

Seorang pria dites virus corona di Bandara Internasional Ben Gurion, Israel | AFP via The Independent
AKURAT.CO, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memberi peringatan kepada negara-negara yang mengeluarkan 'paspor imunitas' untuk orang-orang yang sudah sembuh dari COVID-19. Di sisi lain, badan PBB ini juga tengah memeriksa prospek penggunaan sertifikat elektronik untuk menandai mereka yang telah divaksinasi.
"Kami mengamati dengan cermat penggunaan teknologi dalam penanggulangan COVID-19 ini. Salah satunya adalah bagaimana kami dapat bekerja dengan negara anggota untuk mendapatkan sertifikat elektronik vaksinasi," kata seorang ahli medis WHO pada Kamis (3/12), dilansir dari The Independent.
Menurut Dr Siddharta Sankar Datta, penasihat regional untuk penyakit dan imunisasi, teknologi tersebut berpotensi digunakan untuk membuka perjalanan internasional.
baca juga:
Pemerintah berbagai negara, termasuk Inggris, Amerika Serikat (AS), Jerman, dan Italia telah menyarankan penggunaan paspor imunitas untuk kembali ke kehidupan normal setelah pandemi. Beragam inisiatif pengembangan paspor kesehatan pun saat ini tengah dilakukan di Inggris dan negara lainnya guna memfasilitasi kembali bekerja, bepergian, dan acara besar.
Namun, para ilmuwan Inggris pada Kamis (3/12) memperingatkan agar tidak memasukkan izin semacam itu secara massal sampai tes dan vaksin virus corona tersedia untuk semua. Menurut laporan Universitas Exeter, paspor kesehatan dapat mengganggu hak-hak fundamental, termasuk hal privasi, kebebasan bergerak, dan berkumpul secara damai, serta menyebabkan ketidaksetaraan dan diskriminasi.
"Paspor kesehatan digital dapat berkontribusi pada pengelolaan panjang pandemi COVID-19. Namun, pengenalannya menimbulkan pertanyaan penting soal perlindungan privasi data dan HAM," tulis Dr Ana Beduschi, profesor hukum yang menulis laporan itu.
Menurut Beduschi, pengembangan informasi kesehatan pribadi yang sensitif dapat menciptakan perbedaan baru antara individu berdasarkan kesehatan mereka. Akibatnya, tingkat kebebasan hak yang dapat dinikmati seseorang pun bakal ditentukan melalui hal itu.
Karena paspor kesehatan digital berisi informasi pribadi yang sensitif, Beduschi memperingatkan undang-undang dan kebijakan domestik harus mempertimbangkan dengan cermat kondisi pengumpulan, penyimpanan, dan penggunaan data oleh penyedia sektor swasta. Selain itu, masyarakat yang telah terkena dampak buruk pandemi harus dimudahkan dalam mendapat akses untuk tes yang terjangkau dan vaksin nantinya.
"Jika tidak, penerapan paspor kesehatan digital dapat semakin memperdalam ketidaksetaraan yang ada di masyarakat," tandasnya.[]