Aziz Syamsuddin: RUU Dwi Kewarganegaraan Harus Dikaji Lebih Dalam
DPR RI

Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin bersama Ketua Baleg Supratman Andi Agtas serta anggota Baleg saat menggelar jumpa pers mengenai Omnibus Law UU Cipta Kerja di lobi Nusantara III, Kompleks Parlemen MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Selasa (13/10/2020). | AKURAT.CO/Sopian
AKURAT.CO, Wakil Ketua DPR RI, M. Azis Syamsuddin mengungkap Rancangan Undang-Undang (RUU) Dwi Kewarganegaraan yang sudah sejak lama masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) harus dikaji lebih mendalam, baik manfaat maupun dampak negatifnya bagi Bangsa Indonesia ke depannya.
Azis mengungkapkan hal tersebut usai memberikan sambutan pada Focus Group Discussion (FGD) bertema “Penerapan Sistem Dwi Kewarganegaraan” di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Rabu (2/11/2020).
Azis mengungkapkan, FGD ini guna melakukan pembahasan dan sosialisasi kepada masyarakat dan seluruh pemerhati, berkenaan dengan RUU Dwi Kewarganegaraan yang masuk dalam Prolegnas Badan Legislasi DPR RI.
baca juga:
“Diskusi ini dilakukan dalam rangka penyiapan naskah akademis, penyiapan RUU untuk dibahas di Badan Legislasi, dibahas di Rapat Pimpinan, dan kemudian ditentukan di Rapat Paripurna. Sejauh mana manfaat RUU ini ke depan, dan apa saja dampak negatif bagi Bangsa ini, termasuk faktor pertahanan dan keamanan bagi Bangsa Indonesia,” ujar Pimpinan DPR RI Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Korpolkam) itu.
Politisi Partai Golkar ini mengakui bahwa meski Baleg DPR RI sudah memasukkan RUU itu dalam Prolegnas, tapi hal itu tidak tidak menjamin RUU tersebut harus diselesaikan atau diketuk pada masa sidang depan. Pasalnya, banyak faktor yang melatarbelakangi penyusunan RUU, salah satunya aspirasi dari berbagai pegiat masyarakat. Karena jika tidak diakomodir, pada saatnya nanti DPR RI yang akan diprotes untuk segera menyelesaikannya.
Padahal, lanjut Azis, kondisi politik, sosial dan budaya juga menjadi faktor yang ikut memengaruhi diselesaikannya sebuah RUU di DPR RI. Pasalnya, RUU Dwi Kewarganegaraan tersebut sudah pernah dibahas di Komisi III DPR RI. Bahkan Naskah Akademis (NA) dan drafnya pun sudah ada. Namun karena beberapa faktor, pembahasan RUU tersebut tidak terselesaikan.
Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani dalam kesempatan yang sama mengungkapkan, Indonesia telah mengadopsi asas dwi kewarganegaraan terbatas, khususnya untuk anak hasil perkawinan campur, maupun anak yang lahir di negara yang menganut asas dwi kewarganegaraan. Dinyatakan terbatas karena mereka harus memilih untuk melepaskan salah satu kewarganegaraannya ketika mencapai maksimal usia 21 tahun.
“Sebagai Anggota DPR RI dapil Jakarta II yang meliputi Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan luar negeri, saya merupakan perwakilan di parlemen dari masyarakat Indonesia di luar negeri atau yang lebih dikenal dengan diaspora. Menjadi tugas dan kewajiban kami untuk mendengarkan aspirasi diaspora, tetap memperjuangkannya sejauh memungkinkan. Dan penerapan dwi kewarganegaraan merupakan salah satu aspirasi yang disampaikan kepada kami dari 10 pertemuan yang dilakukan bersama diaspora di luar negeri yang dilakukan secara virtual pada masa reses ini,” jelas Christina.
Melalui forum inilah, lanjut politisi Partai Golkar ini, pihaknya berencana mengangkat wacana penerapan dwi kewarganegaraan, dan melihatnya dari berbagai sudut pandang sebagaimana yang akan disampaikan oleh narasumber pada FGD. Namun pada prinsipnya RUU Dwi Kewarganegaraan dapat direvisi sesuai dengan kebutuhan masyarakat.