Gerakkan Demo Antipemerintah, Aktivis Hong Kong Joshua Wong Divonis Penjara 13,5 Bulan

Aktivis Hong Kong Joshua Wong divonis hukuman penjara selama 13,5 bulan | Bloomberg
AKURAT.CO, Salah satu aktivis antipemerintah paling terkemuka di Hong Kong, Joshua Wong, divonis penjara selama total 13,5 bulan.
Dilansir dari Channel News Asia, Wong dinyatakan bersalah telah mengatur dan menghasut pertemuan yang melanggar hukum di dekat markas besar polisi kota itu selama puncak demonstrasi pada Juni tahun lalu. Akibatnya, pemuda 24 tahun ini terancam hukuman maksimal 3 tahun penjara.
Sementara itu, sekitar 100 pendukungnya berkumpul diam-diam di dalam pengadilan menjelang pembacaan vonis. Di saat yang sama, sekelompok kecil warga pro-Beijing berkumpul di luar untuk menyerukan hukuman penjara yang berat.
baca juga:
"Saya tahu hari-hari mendatang akan lebih sulit. Kami akan bertahan di sana," seru Wong usai vonisnya dibacakan.
Rekan lama Wong, Agnes Chow (23) dan Ivan Lam (26) masing-masing divonis penjara 10 dan 7 bulan. Chow yang menangis di dalam ruang sidang dinyatakan bersalah atas penghasutan dan partisipasi aksi protes yang melanggar hukum. Sementara itu, Lam dinyatakan bersalah atas penghasutan.
Di bawah perjanjian penyerahan Hong Kong pada 1997, Beijing berjanji untuk mempertahankan gaya hidup kota itu selama 50 tahun di bawah formula 'satu negara, 2 sistem'. Namun, sejumlah pihak khawatir 2047 akan datang lebih awal karena otoritas memperkuat cengkeraman mereka.
Wong akrab dengan aksi protes antipemerintah sejak ia masih remaja. Pemuda ini berusia kurang dari satu tahun ketika Hong Kong dikembalikan ke Beijing 23 tahun lalu dengan jaminan kebebasan yang tidak dinikmati di China daratan, termasuk kebebasan berbicara dan berkumpul.
Menurut para aktivis demokrasi, kebebasan itu dikurangi drastis oleh Beijing dengan memberlakukan Undang-undang keamanan nasional pada 30 Juni. Hal ini dipandang sebagai pukulan terbaru bagi kebebasan kota itu, yang sangat penting bagi statusnya sebagai pusat keuangan global.
Di sisi lain, otoritas Beijing dan Hong Kong menyangkal pembatasan hak. Mereka berdalih undang-undang itu penting untuk menutup celah dalam pertahanan keamanan nasional yang terungkap oleh kerusuhan tahun lalu. Kekisruhan ini pun menjadi tantangan populer terbesar bagi Presiden China Xi Jinping.[]