AKURAT.CO, Penyidik Polda Jawa Barat menaikan status perkara dugaan pelanggaran protokol kesehatan di Megamendung, Bogor, Jawa Barat ke tingkat penyidikan.
"Kasus Rizieq Shihab yang ditangani Polda Jabar hari ini sudah meningkatkan dari proses penyelidikan menjadi penyidikan," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Pol Awi Setiyono di gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (26/11/2020).
Meski demikian, penyidik kepolisian belum menetapkan tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana pelanggaran protokol kesehatan.
"Kita tunggu nanti dari penyidik, saya tidak mau mengandai-andai. Tapi biarkan penyidik nanti bagaimana perkembangannya dari Polda Jabar," ujar Awi.
Adapun kegiatan Rizieq Shihab itu berlangsung di Pondok Pesantren Alam Agrikultural Markaz Syariah DPP FPI, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jumat (13/12) lalu. Kegiatan itu berlangsung dengan berkerumunnya warga pada saat kedatangan Rizieq Shihab.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat Kombes Pol CH Patoppoi menyebut pemilik pondok pesantren itu diduga adalah Rizieq Shihab itu sendiri. Berdasarkan penyelidikan, menurutnya Rizieq Shihab telah mendirikan pondok pesantren itu sejak 2012 silam.
"Kita ditemukan diduga bahwa pemilik pondok pesantren itu adalah HMR (Rizieq Shihab), yang didirikan sejak tahun 2012. Upaya imbauan oleh Satgas COVID-19 tidak dipatuhi, jadi kegiatan tetap berlangsung," katanya.
Meski begitu, ia pun menyebut bahwa pondok pesantren diperbolehkan beroperasi di Bogor. Namun berdasarkan aturan Bupati Bogor, pondok pesantren tidak diperbolehkan menerima kunjungan.
Selain itu, menurut Patoppoi kegiatan tersebut dihadiri oleh sekitar 3.000 orang. Sehingga diduga kegiatan tersebut melanggar aturan protokol kesehatan dalam rangka penanggulangan Covid-19 di Kabupaten Bogor.
Padahal, menurutnya aturan dari Bupati Bogor mewajibkan kegiatan harus dibatasi jumlah pengunjungnya maksimal 50 persen dari total kapasitas atau maksimal sebanyak 150 orang.
"Penyidik telah memutuskan bahwa telah ditemukan dugaan peristiwa pidana, bahwa diduga ada upaya menghalang-halangi penanggulangan wabah, dan penyelenggara kekarantinaan kesehatan," kata Patoppoi.
Dalam kasus ini, polisi menggunakan Pasal 14 Ayat 1 dan Ayat 2 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular, Pasal 93 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan, dan Pasal 216 KUHPidana.[]