Quo Vadis Omnibus Law

Petugas kepolisian membubarkan massa aksi tolak Omnibus Law dengan menembakan gas air mata di kawasan Harmoni, Jakarta Pusat, Kamis (8/10/2020). | AKURAT.CO/Dharma Wijayanto
AKURAT.CO, Dengan permainan tengah malam, DPR bersama pemerintah mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-undang. RUU yang tebalnya hampir 1000 halaman tersebut, diketok palu untuk kepentingan siapa. Untuk rakyat atau untuk penguasa. Untuk kaum pekerja atau kaum pemilik modal.
Tak ada asap, jika tak ada api. Tak ada demonstrasi kaum pekerja, pelajar, dan mahasiswa, jika tak ada masalah dalam UU Omnibus Law yang telah disahkan tersebut.
Disahkan pada Senin, 5 Oktober 2020, diawali dengan tak adanya naskah akademik, pembahasannya dipaksakan, tak dibagikan draf finalnya di paripurna DPR, dan diiringi dengan drama dimatikannya microphone, salah satu anggota Fraksi Partai Demokrat oleh Puan Maharani, menjadikan UU Omnibus Law merupakan UU bermasalah.
baca juga:
Selain karena cacat prosedur, UU Omnibus Law juga ditolak rakyat. UU itu dibuat untuk melindungi, membahagiakan, dan mensejahterakan rakyat, khususnya kaum pekerja. Bukan melukai, menginjak, merugikan dan membunuh nasib dan masa depan mereka.
Dalam empat tahun terakhir, saya keliling Indonesia menemui mahasiswa, karena diundang menjadi narasumber. Saya berikan kesadaran pada mereka. Bahwa banyak elite di republik ini tidak waras. Ya, tidak waras. Sehingga kebijakan yang dibuatnya selalu merugikan rakyatnya.
Bukan hanya UU Omnibus Law yang merugikan rakyat. Tapi juga revisi UU KPK, revisi UU Minerba, dan Perppu Corona, yang telah menjadi UU No 2 Tahun 2020. Dan UU Omnibus Law Cipta Kerja, merupakan produk mereka yang paling dahsyat yang ditentang mahasiswa dan kaum pekerja.
Pasca demonstrasi menolak revisi UU KPK, mahasiswa banyak belajar dikampus, namun tidak untuk hari Kamis, 8 Oktober yang lalu, mereka turun kejalan dengan kesadaran tinggi, bahwa republik ini sedang tidak baik-baik saja. Ada yang salah dalam tata kelola bernegara.
Kesadaran itu penting, karena dengan kesadaran, akan memunculkan dan menghasilkan pergerakan dan getaran politik, untuk memperbaiki kondisi bangsa yang sudat carut-marut. Sebagai kaum terdidik, mahasiswa tentu tak akan tinggal diam, jika elite politiknya berlaku semena-mena, menindas, dan tak berpihak pada rakyat.
Demonstrasi menolak UU Omnibus Law hari kamis yang lalu, sepertinya bukan lah akhir. Kemungkin baru awal letupan kemarahan rakyat pada yang punya kuasa. Baru permulaan. Ya, baru permulaan, mereka menuntut perbaikan kondisi bangsa.