TAUD Tuntut Kapolri Buka Akses dan Data Demonstran Ditahan

Sejumlah petugas kepolisian saat membubarkan massa yang melakukan aksi di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, Senin (30/9/2019) malam. Unjuk rasa gabungan antara pelajar, mahasiswa, dan buruh yang menolak UU KPK hasil revisi dan pengesahan RUU KUHP tersebut berujung rusuh. | AKURAT.CO/Sopian
AKURAT.CO, Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) mendesak Kapolri Idham Azis untuk bersikap. Kapolri diharapkan perintahkan bawahannya untuk membuka data jumlah demonstran #MosiTidakPercaya yang masih ditahan. Selain itu, Idham Azis juga diminta mengembalikan hak demonstran untuk mendapatkan pendampingan hukum.
Pernyataan itu disampaikan TAUD melalui siaran persnya Sabtu (10/10/2020). TAUD merupakan perhimpunan organisasi hukum yang terdiri atas YLBHI, KontraS, LBH Masyarakat, LBH Jakarta, LBH Pers, LBH Muhammadiyah, LBH Ansor, AMAR Law Firm, KASBI, KPBI, Paralegal Jalanan, WALHI, JATAM, Imparsial, ICJR, ELSAM, dan PILNet.
Dalam siaran persnya, mereka mengatakan, dua hari sudah setelah aparat kepolisian melakukan tindakan represif, menangkap, dan menahan seribuan lebih massa aksi #MosiTidakPercaya tak bisa ditemui TAUD. Upaya tim kuasa hukum masih dihalang-halangi memberikan bantuan hukum. Mereka juga kesulitan mendapatkan data pasti berapa jumlah keseluruhan massa aksi yang ditangkap oleh pihak kepolisian termasuk status penahanan yang tidak jelas.
baca juga:
"Padahal, data ini diperlukan karena banyaknya massa aksi yang sampai sekarang dilaporkan hilang dan belum diketahui keberadaannya," katanya (10/10/2020).
Upaya penghalangan pendampingan hukum yang dilakukan oleh aparat kepolisian itu disebut jelas salah. Sebab, bertentangan dengan prinsip-prinsip fair trial sebagaimana yang ada dalam Konstitusi, KUHAP, Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik (Sipol) ataupun UU 12/2005 tentang hak pendampingan hukum saat diperiksa.
Tindakan tersebut juga disebut melanggar prinsip dasar PBB tentang Peran Pengacara. Pada angka 8 ketentuan PBB itu menyatakan bahwa orang-orang yang ditangkap, ditahan, atau dipenjara berhak dikunjungi, berkomunikasi, dan konsultasi dengan pengacara tanpa penundaan.
"Bahkan kepolisian melanggar peraturannya sendiri, yaitu Pasal 27 ayat 2 huruf o Perkap No 8/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian RI yang menyatakan petugas dilarang menghalangi-halangi penasehat hukum untuk memberikan bantuan hukum kepada saksi atau tersangka yang diperiksa," ungkapnya.
Tindakan penghalangan itu, kata mereka, bukan kali pertama dilakukan. Pada aksi sebelumnya bahkan ada dugaan penyiksaan yang dilakukan oleh penyidik setelah sebelumnya menutup data dan akses bagi tim kuasa hukum.
Karenanya, TAUD menuntut Kapolri agar memerintahkan seluruh jajarannya untuk membuka data jumlah massa aksi yang ditangkap, yang sudah dibebaskan serta yang status pemeriksaannya dilanjutkan.
"Beri akses bagi pendamping hukum agar dapat mendampingi massa aksi yang menjalani pemeriksaan lanjutan dan memastikan hak-hak mereka terpenuhi," katanya. []