Jalan Berliku Politik Gus Ami

Wakil Ketua MPR Muhaimin Iskandar (Cak Imin) saat mendengarkan mengenai penyelenggaraan Beladiri nasional dan internasional di ruang Kerja Pimpinan MPR, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Jumat (14/9/2018). Kedatangan FBPro Indonesia meminta Cak Imin untuk membantu mengembangkan dan memajukan olah raga bela diri, khususnya cabang pencak silat pasca capaian Asian Games 18 lalu. Agar Pencak Silat dan beladiri lainnya bisa menjadi industri tontonan dan hiburan, bahkan menjadi olah raga yang dapat mengharumkan nama Indonesia di kancah Internasional. | AKURAT.CO/Sopian
AKURAT.CO, Demo yang canggih adalah berhasil tak kena pukul. Kalau masih kena, belum canggih,” kata Muhaimin terkekeh.
Sejak usia dini, Muhaimin Iskandar sudah sangat lekat dan terbiasa dengan dunia politik. Politik bagi Gus Ami, sapaannya, berwajah keras. Politik itu represif.
Dunia politik adalah bagian tak terpisahkan dari diri dan kehidupannya. Baik kakek buyut, kakek, maupun ayahnya, mereka adalah pribadi-pribadi aktivis, sosok-sosok pekerja keras.
baca juga:
Ketua DPR RI termuda ini kerap menyaksikan aktivitas mereka di NU, termasuk perjalanan politik mereka. Maka tak heran darah pekat politik mengalir deras dalam dirinya
Menginjak usia remaja, Gus Ami aktif terlibat dalam diskusi-diskusi mengenai politik. Ketika itu dirinya masih duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah. Pada masa-masa inilah dia mulai mengenal dan merasakan bagaimana represifnya kekuasaan Orde Baru.
Pada awal dekade 80, rezim Orde Baru melarang perkumpulan, diskusi maupun pengajian yang bisa membahayakan kedudukan Sang Presiden, Soeharto. Bukan pemandangan asing lagi bila Aparat Kodim (Komando Distrik Militer) dan kepolisian turun ke desa-desa untuk melarang masyarakat berdiskusi mengenai politik.
Satu hal yang sangat membekas di memorinya, ketika aparat melarang ayahnya melakukan pengajian.
Tak hilang dari ingatan Gus Ami saat duduk di kelas dua Tsanawiyah, bersama kawan sekelas sedang larut dalam diskusi perihal kekayaan Soeharto.
Diskusi itu dilakukannya dalam sesi pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Karena aktivitas tersebut, satu kelas dipanggil ke Kodim langsung diinterogasi penuh.