Al-Quran untuk Mahligai Keluarga

Abd. Muid N, Kaprodi Magister Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Institut PTIQ Jakarta | Istimewa
AKURAT.CO, Kata “mahligai” sesungguhnya bermakna kediaman raja atau putri-putri raja, namun belakangan selalu dikaitkan dengan rumah tangga. Barangkali ada harapan bahwa sebuah rumah tangga haruslah sebahagia para keluarga para raja di istana dengan segala kemewahan dan kehormatannya, meski kenyataannya para raja tidak selalu seperti itu. Itulah sebabnya pula pasangan pengantin sering disebut sebagai raja dan ratu semalam, kala resepsi.
Ya, memang penggambaran puncak kebahagiaan tidak jarang dilekatkan kepada keluarga. Di banyak cerita baik fiksi maupun non fiksi, kebahagiaan terjadi kala bertemunya dua kekasih dalam akhir bahagia dan sebaliknya dianggap sebagai akhir tidak bahagia ketika dua kekasih terpaksa dipisahkan oleh keadaan.
Namun, penggambaran bahagia yang berpuncak pada bertemunya dua kekasih kadang menyesatkan karena itu sama dengan puncak kebahagiaan pemimpin kala mereka terpilih dan dilantik jadi pemimpin padahal perjalanan kepemimpinan dan juga keluarga justru baru dimulai dari situ. Pembuktian bahwa mereka adalah pemimpin atau pembuktian bahwa mereka adalah keluarga yang sesungguhnya masih akan mendapatkan ujian yang sebenar-benarnya ujian dalam ruang yang luas dan rentang waktu yang panjang, setelah itu.
baca juga:
Di dalam Islam, khususnya Al-Quran, posisi keluarga cukup sentral dan mendapatkan porsi bahasan yang sangat besar, baik secara langsung berbicara tentang urusan keluarga maupun yang secara tersirat. Misalnya, perseteruan dua putra Nabi Adam as, putra Nabi Nuh as yang membangkang, keluarga Nabi Ibrahim as, keluarga Nabi Luth as, percakapan Lukman dengan putranya, hingga keluarga Nabi Muhammad Saw. Yang disebut berbicara tentang keluarga secara langsung adalah bahasan tentang pernikahan, perceraian, harta warisan, dan sebagainya. Larangan berzina pun seharusnya dilihat dari kerangka penjagaan terhadap institusi keluarga.
Kenyataan di atas berindikasi kuat bahwa keluarga memiliki posisi penting dalam ajaran Islam. Di dalam Al-Quran, untuk menyebutkan “keluarga” saja ada beberapa kosa kata yang sering muncul yaitu âl, ahl, ‘asyîrah, bayt, qurbâ, dan seterusnya. Dan dalam pembahasan tentang keluarga, Al-Quran bermaksud menyisipkan pesan-pesan tertentu, baik pesan yang tersembunyi maupun pesan yang secara jelas disebutkan. Disebut pesan tersembunyi karena Al-Quran tidak secara literal menyebutkannya.
Di antara pesan Al-Quran kisah tentang keluarga para nabi yang menggambarkan bahwa keluarga para nabi pun memiliki masalahnya masing-masing, sebagaimana keluarga manusia biasa pada umumnya. Katakanlah ini pesan pertama. Pesan ini tersirat dari kisah-kisah, misalnya putra Nabi Nuh as yang enggan beriman, dua putra Nabi Adam as yang saling membunuh, istri Nabi Luth as yang membangkang, dan seterusnya.
Pesan kedua adalah kala Al-Quran menyebutkan asal mula kehidupan manusia (misalnya dalam QS. Az-Zumar/39:6), selalu ditekankan ada kata pasangan (zawj/azwâj = istri/suami) yang berarti Al-Quran sangat mementingkan bahwa manusia terlahir dimuka bumi haruslah dari pasangan yang sah, resmi, dan memang berniat untuk menciptakan keluarga, bukan permainan keluarga-keluargaan.
Pesan ketiga adalah kala Al-Quranm menyebutkan bahwa keluarga adalah tempat manusia beristirahat dari penatnya urusan dunia; semacam oase di tengah gurun gersang. Hal itu tergambar misalnya pada QS. Ar-Rum/30:21. Al-Quran sepertinya ingin mengatakan bahwa keluarga adalah sebuah wilayah yang berbeda dengan wilayah lain di dunia, seperti berbedanya mahligai para raja di antara rumah-rumah rakyatnya.
Pesan ketiga Al-Quran adalah kala Al-Quran menggambarkan surga yang di dalamnya ada zawj/azwâj = istri/suami bagi penghuninya, misalnya pada QS. Al-Baqarah/2:25, maka Al-Quran menyebutkan bahwa itu adalah kelanjutan keluarga di dunia. Karena itu, mahligai di dunia adalah awal bagi mahligai di akhirat. Artinya, keluarga di dunia berdimensi akhirat. Berbeda dengan para teroris pahami bahwa tindakan bunuh diri yang mereka lakukan adalah demi mendapatkan bidadari surga, QS. Al-Baqarah/2:25 mengisahkan zawj/azwâj = istri/suami di surga bukan sebagai bagian terpisah dari zawj/azwâj = istri/suami di dunia. Buktinya, kelanjutan ayat tersebut adalah kisah Nabi Adam as dan istrinya pada QS. Al-Baqarah/2:30-39.