Islam itu (Seharusnya) Mengasyikkan

Abd. Muid N, Kaprodi Magister Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Institut PTIQ Jakarta | Istimewa
AKURAT.CO, Bagi sebagian orang, memilih untuk beragama bisa berarti seumpama memilih untuk masuk ke dalam penjara. Bagi sebagian yang lain, sebaliknya, seumpama memilih bebas dan keluar dari penjara. Agama versi pertama adalah agama yang memurungkan dan yang kedua tidak.
Beberapa ungkapan murung tentang beragama memang bernuansa masuk penjara daripada bebas dari kurungan. Ungkapan itu barangkali berawal dari 1) pemahaman bahwa beragama berarti memasuki belantara aturan yang berdampak penghakiman dan hukuman. Pemahaman seperti ini barangkali tidak salah karena memang agama berisi seperangkat aturan, namun seberapa mengekang aturan itu sehingga harus bernama penjara?
2) Ada kesan kuat bahwa keberagamaan berarti permusuhan terhadap jasmani dan persahabatan dengan ruhani dan itu berarti semakin jasmani tersiksa dan menjauhi segala keinginannya, maka semakin dekat dengan ruhani dan semakin sempurna keberagamaan. Pemahaman seperti ini pun tidak sepenuhnya salah karena memang agama memberi aturan bagi fisik seperti pengekangan nafsu badani, namun apakah ruhani tidak mendapatkan aturan serupa? Dan apakah tidak mungkin aturan itu adalah demi kebaikan jasmani itu sendiri?
baca juga:
Kita tahu modal utama Nabi Muhammad Saw dalam mendakwahkan Islam adalah kepercayaan orang padanya. Makanya, beliau digelar Al-Amîn (Sang Terpercaya) oleh orang-orang sekitarnya. Terpercaya bukan hanya berarti tidak pernah berdusta, tetapi lebih dari itu berarti “memberikan rasa aman” karena memang asal kata Al-Amîn dari kata al-amn yang berarti aman.
Rasa aman ini terutama bagi mereka yang tertindas, yang lemah, dan yang terpinggirkan, seperti para budak atau para janda tua yang miskin. Hijrahnya umat Islam ke Madinah pun karena Nabi Muhammad Saw dipercaya oleh dua pihak yang berseteru di sana untuk mendamaikan mereka dan terbukti Madinah menjadi wilayah yang disegani sejak hijrahnya Nabi Muhammad Saw.
Namun tidak cukup jika hanya pribadi Nabi Muhammad Saw saja yang memberikan rasa aman tetapi ajaran yang dibawanya tidak. Kenyataannya Islam adalah ajaran yang membawa rasa aman, sebagaimana namanya: Al-Islâm yang berarti keselamatan jasmani dan ruhani. Jika Islam memberikan rasa aman dan keselamatan, maka benarkah dugaan Beragama sama dengan masuk penjara? Bisa saja, jika yang dimaksud penjara adalah tempat yang aman. Namun seaman-amannya penjara, siapa yang betah tinggal di sana?
Di atas telah disebutkan bahwa ada dua bentuk dugaan mengapa beragama sama dengan masuk penjara, yaitu yang pertama adalah anggapan bahwa agama hanyalah berisi sama-mata aturan dan kedua adalah anggapan bahwa agama mengekang jasmani demi ruhani.
Mari kita lihat dugaan yang pertama. Memang benar agama berisikan seperangkat aturan, tetapi apakah hanya agama yang demikian? Sepertinya tidak. Aturan adalah hal yang lumrah di dalam kehidupan. Di manapun, manusia pasti akan berjumpa dengan aturan-aturan. Bahkan di dalam permainan pun ada aturan padahal bukankah permainan ada untuk bersenang-senang?
Umpamanya permainan sepak bola. Di sana ada aturan jumlah pemain, waktu bermain, batas luas lapangan permainan, aturan apa yang boleh dilakukan tidak boleh, dan seterusnya. Memang aturan sepak bola bisa berubah dan bisa berbeda setiap waktu dan tempat, tetapi tetap saja harus ada aturan dan perubahan aturan harus berdasarkan kesepakatan mereka yang bermain. Karena itu, aturan tetap penting karena tanpa aturan, permainan malah menjadi tidak mengasyikkan. Demikian pula kehidupan yang tanpa aturan, tidak akan mengasyikkan dan bahkan menyiksa akibat kekacauannya.