Hukum Menyelenggarakan Salat Jumat dengan Saf Renggang karena Pandemi

Ilustrasi | freepik.com
AKURAT.CO, Seiring dengan merebaknya COVID-19 ke berbagai daerah, pemerintah akhirnya mengimbau kepada masyarakat agar tidak menyelenggarakan acara-acara yang mengumpulkan banyak orang agar dapat memutus rantai penyebaran virus tersebut.
Imbauan menjaga jarak atau social distancing juga dianjurkan oleh pemerintah demi menekan jatuhnya korban akibat COVID-19.
Dalam situasi semacam ini, para ulama akhirnya juga mengimbau kepada umat muslim untuk menunda salat Jumat untuk sementara waktu, terlebih di wilayah-wilayah zona merah. Meski demikian, tetap ada masjid yang menyelenggarakan salat Jumat dengan sejumlah peraturan.
baca juga:
Biasanya, masjid-masjid yang bersikukuh menyelenggarakan salat Jumat itu harus menyediakan hand sanitizer, penggunaan masker bagi para jemaah, serta menganjurkan kepada para jemaah agar membawa sajadah sendiri-sendiri.
Hal lain yang menjadi keresahan adalah bagaimana hukumnya menjaga jarak ketika salat berjemaah khususnya salat Jumat?
Pada dasarnya, merapatkan saf dalam salat berjemaah adalah perintah syar'i dan menjadi kesempurnaan salat.
Dalam sebuah riwayat dari sahabat Anas ra, Rasulullah saw bersabda, "Susunlah saf kalian sehingga tidak ada celah dan longgar (dekatkanlah antara keduanya) antara dua saf kurang lebih berjarak tiga hasta. Jika sebuah saf berjarak lebih jauh dari itu, dari saf sebelumnya, maka hal itu dimakruhkan dan luput keutamaan berjemaah, sekira tidak ada uzur seperti cuaca panas atau sangat dingin misalnya." (Ibnu Alan As-Shiddiqi, Dalilul Falihin, juz VI, halaman 424).
Imam Nawawi berpendapat dalam Minhajut Thalibin, "Posisi berdiri makmum yang terpisah dimakruhkan, tetapi ia masuk ke dalam saf jika menemukan ruang kosong yang memadai."
Akan tetapi, apabila terdapat suatu uzur atau dalam keadaan darurat seperti sekarang ini, Ibnu Hajar berpendapat bahwa menjaga jarak hukumnya diperbolehkan.
"Tetapi jika mereka tertinggal (terpisah) dari saf karena uzur seperti saat cuaca panas di Masjidilharam, maka tidak (dianggap) makruh dan lalai sebagaimana zahir." (Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj bi Syarhil Minhaj, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2011], halaman 296).
Dalam keadaan yang seperti ini, meski salat berjemaah menjadi kurang sempurna, tetapi Imam Nawawi berpendapat salatnya tetap sah.
"Jika seseorang masuk sementara jemaah sedang salat, maka ia makruh untuk berdiri sendiri. Tetapi jika ia menemukan celah atau tempat yang luas pada saf tersebut, hendaknya ia mengisi celah tersebut. Tetapi jika ia berdiri sendiri, maka salatnya tetap sah." (Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin).
Wallahu a'lam.[]