Rahmah

Mimpi Basah Mendekati Akhir Sahur, Apakah Boleh Berpuasa?

Mimpi Basah Mendekati Akhir Sahur, Apakah Boleh Berpuasa?
Muslim sedang mengalami mimpi basah menjelang akhir sahur boleh berpuasa. (https://media.istockphoto.com)

AKURAT.CO Puasa merupakan salah satu ibadah yang disyariatkan dalam Islam. Puasa ialah menahan untuk tidak melakukan perkara-perkara yang dapat membatalkan puasa itu sendiri dari mulai terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari. Perkara yang dapat membatalkan puasa salah satunya ialah keluar air mani.

Melakukan ejakulasi (keluar air manis secara sadar) atau berhubungan badan saat sudah masuk waktu terbit fajar sampai setelahnya sebelum matahari terbenam dapat membatalkan puasa tersebut atau tidak sahnya puasa yang dilakukan.

Lantas bagaimana jika seseorang mimpi basah ketika sebelum atau mendekati akhir sahur? apakah masih boleh berpuasa? Hal ini merupakan perkara yang terjadi pada laki-laki, yaitu ketika tidur ia terbawa pada imajinasi dan secara tidak sadar mengeluarkan air mani saat waktu sahur. Orang tersebut boleh saja berpuasa asalkan melakukan mandi junub terlebih dahulu. 

baca juga:

Lalu bagaimana jika kita baru sadar saat benar-benar mendekati akhir sahur. Apakah harus sahur terlebih dahulu atau melakukan mandi junub dahulu?

Mengutip NU Online, pada dasarnya tidak ada larangan bagi orang yang dalam keadaan junub (berhadats besar sebab keluar air mani) untuk menikmati makan sahur. Sebab hal tersebut tidak termasuk dalam larangan untuk orang junub. Dengan demikian tidak menjadi keharusan mana yang lebih didahulukan antara makan sahur atau mandi junub. Namun ketika mempertimbangkan keutamaan, dianjurkan bagi orang junub untuk mandi junub terlebih dahulu sebab bagaimanapun juga kondisi sedang junub itu kurang baik terlebih untuk beribadah seperti makan sahur.

Apabila terpaksa tidak sempat mandi janabah karena waktu mepet, maka bisa dilakukan terlebih dahulu untuk menikmati makan sahur dengan syarat dianjurkan untuk membasuh kemaluan dan berwudhu sebelumnya. Hal ini sesuai kemakruhan melakukan aktivitas makan dan minum bagi orang junub berdasar hadits dari Syekh Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan: “Dimakruhkan bagi junub, makan, minum, tidur dan bersetubuh sebelum membasuh kemaluan dan berwudhu. Karena ada hadits shahih yang memerintahkan hal demikian dalam permasalahan bersetubuh, dan karena mengikuti sunah Nabi dalam persoalan lainnya, kecuali masalah minum, maka dianalogikan dengan makan.” (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Minhaj al-Qawim, Hamisy Hasyiyah al-Turmusi, Jeddah, Dar al-Minhaj, 2011, juz 2, halaman 71).

Ejakulasi mengeluarkan air mani secara sadar sedangkan mimpi basah ialah mengeluarkan air mani secara tidak sadar. Kedua hal ini sama-sama menjadikan seseorang dalam kondisi junub. Mandi janabah bisa dilakukan saat selesai sahur walaupun sudah masuk waktu terbit fajar dan tetap menjadikan orang itu boleh berpuasa. Karena kondisi orang junub bukan termasuk perkara yang membatalkan puasa. Dalam konteks ini dilandaskan pada dalil tentang perkara yang dilarang bagi orang junub dan riwayat dari Rasulullah SAW yang masih berpuasa walau dalam keadaan junub (dikarenakan mimpi basah saat sahur dan belum melakukan mandi janabah).

Larangan bagi orang junub disampaikan dalam kitab Matn al-Taqrib oleh Syekh Al-Qadli Abu Syuja’, beliau mengatakan:

وَيَحْرُمُ عَلَى الجُنُبِ خَمْسَةُ أَشْيَاءَ : الصَّلاَةُ وَقِرَاءَةُ القُرْآنِ وَمَسُّ المُصْحَفِ وَحَمْلُهُ وَالطَّوَافُ وَاللُّبْثُ فِي المَسْجِدِ.

Artinya: “Haram bagi orang junub lima hal, sholat, membaca Alquran, memegang dan membawa mushaf, thawaf serta berdiam diri di masjid.” (al-Qadli Abu Syuja’, Matn al-Taqrib, halaman 11).

Sedangkan riwayat Rasulullah SAW melakukan puasa dalam kondisi junub dijelaskan dalam buku Pesona Ibadah Nabi karya Ahmad Rofi’ Usmani. Ketika itu, Nabi Muhammad sedang di rumah Sayyidina Aisyah. Kemudian tiba-tiba salah seorang sahabat datang menemui Rasulullah untuk konsultasi atas permasalahannya tentang melakukan puasa dalam kondisi junub.

Awalnya sahabat tersebut malu-malu, karena takut terdengar sayyidah Aisyah yang saat itu juga ada di rumah. Namun setelah Rasulullah SAW menenangkannya, sahabat tersebut lantas menyampaikan permasalahannya kepada Nabi Muhammad dengan suara yang agak pelan. Katanya, persoalan tersebut sebetulnya sudah terjadi pada bulan Ramadhan yang belum lama berlalu. Namun kasus tersebut terus membuatnya gelisah dan resah hingga waktu itu. 

Sahabat tersebut kemudian menceritakan jika pada bulan Ramadhan lalu dia sedang junub. Entah tidak sempat atau lupa atau tidak cukup waktunya, dia belum mandi besar. Sementara waktu Shalat Shubuh sudah masuk. Katanya, apakah berpuasa dalam keadaan junub seperti itu diperbolehkan?

“Wahai sahabatku, engkau tidak usah gelisah. Akupun pernah mengalami kejadian serupa yang engkau alami itu. Engkau tak usah ragu, puasamu tidak batal. Aku saat itu tetap berpuasa meski dalam keadaan junub,” jawab Nabi Muhammad.

Sahabat tersebut ‘tidak langsung menerima’ jawaban Nabi Muhammad. Dia tidak puas. Katanya, dirinya dengan Nabi Muhammad berbeda, tidak sama. Nabi Muhammad adalah seorang Rasul Allah. Dosa-dosanya, baik di masa lalu, di masa kini, dan di masa depan pasti diampuni Allah. Sementara dirinya adalah hamba biasa.

“Sahabatku! Sungguh aku selalu berharap menjadi orang yang paling takut kepada Allah dan menjadi orang yang paling mengetahui cara-cara bertakwa,” timpal Nabi Muhammad. 

Dalam hadits riwayat Bukhari Muslim juga menceritakan pengalaman Rasulullah SAW yang masih dalam kondisi junub di pagi hari puasa.

عن عائشة وأم سلمة رضي الله عنهما "أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصْبِحُ جُنُبًا مِنْ جِمَاعٍ ثُمَّ يَغْتَسِلُ ويَصُومُ" متفق عليه وزاد مسلم في حديث أم سلمة "وَلَا يَقْضِي

Artinya: “Dari Aisyah RA dan Ummu Salamah RA, Nabi Muhammad SAW pernah berpagi hari dalam kondisi junub karena jimak, kemudian beliau mandi, dan terus berpuasa,” (HR Muttafaq Alaih.) Imam Muslim dalam riwayat dari Ummu Salamah RA menyebutkan, “Rasulullah SAW tidak mengaqadha.”

Begitulah penjelasan mengenai ketentuan seseorang yang mimpi basah ketika mendekati sahur. Semoga dapat dipahami dan dapat mengambil kesimpulan dengan baik.[]