
AKURAT.CO Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengancam akan menjemput paksa Pelaksana Harian Dirjen Minerba Kementerian ESDM, M Idris Sihite, bila kembali mangkir dalam panggilan kedua.
Kehadiran Sihite dibutuhkan untuk mengonfirmasi sumber uang miliaran rupiah yang ditemukan saat penggeledahan di unit apartemen The Pakubuwono Menteng, Jakarta, yang ditengarai merupakan miliknya.
"Penjemputan paksa merupakan prosedur baku KPK dalam memperlakukan saksi yang mangkir dua kali dari panggilan," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, kepada wartawan, Jumat (31/3/2023).
baca juga:
Temuan penyidik KPK dalam penggeledahan itu telah memantik kecurigaan Anggota Komisi VII DPR, Ridwan Hisyam, bahwa sumber uang diduga merupakan gratifikasi dan/atau suap dalam pemberian persetujuan RKAB lokasi-lokasi tambang bermasalah.
Terlebih, apabila unit apartemen yang nilainya Rp17 miliar itu benar milik Plh Dirjen Minerba.
"Adalah hal yang wajar bila dipertanyakan sumber uang belasan miliar rupiah yang dimiliki M Idris Sihite selaku seorang penyelenggara negara itu berasal dari mana?" ujar mantan Ketua DPD Partai Golkar Jawa Timur itu.
Seperti diketahui, belakangan ini kewenangan Plh Dirjen Minerba, M. Idris Sihite, dalam menandatangani RKAB mendapat sorotan tajam berbagai kalangan, termasuk dari parlemen. Pasalnya, seorang Plh Dirjen Minerba dipandang tidak berwenang untuk menandatangani kebijakan yang bersifat strategis seperti halnya Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
Apalagi RKAB tersebut diberikan kepada tambang-tambang yang bermasalah. Antara lain RKAB Tahun 2023 diberikan kepada PT Batuah Energi Prima (BEP) sebanyak 2.999.999,99 metric ton (MT) yang berujung riuh dipersoalkan parlemen dan dilaporkan sebuah LSM ke KPK dan Dittipikor Bareskrim, lantaran diduga terdapat perbuatan melawan hukum dan/atau penyalahgunaan wewenang dan permufakatan jahat sebagaimana dimaksud Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"PT BEP sudah berulang kali melakukan perbuatan pidana secara berlanjut yang merugikan negara trilunan rupiah malah masih diberikan RKAB. Seharusnya Kementerian ESDM dengan tegas mencabut IUP IOP PT BEP, agar tidak menimbulkan kerugian negara yang lebih besar lagi," jelas Ridwan Hisyam, yang juga mantan Ketua Komisi VII sembari meminta KPK mendalami dugaan keterkaitan pemberian RAKB Tahun 2023 kepada PT BEP dengan uang miliaran rupiah yang ditemukan penyidik.
Mempertimbangkan rekam jejak kejahatannya, PT BEP memang tidak layak untuk diberikan persetujuan RKAB Tahun 2023 sebagaimana yang dilakukan Plh Dirjen Minerba. Sebab, pemegang saham mayoritas PT BEP, Herry Beng Koestanto, adalah seorang narapidana berstatus residivis.
Menguasai Saham
PT BEP pada tahun 2011 dengan memakai uang hasil kejahatan pembobolan bank (BRI) sebesar USD19 juta yang kini macet dan berpotensi menjadi perkara korupsi. Setelah menguasai saham, PT BEP membobol Bank Niaga sebesar USD70 juta dengan menjaminkan IUP OP PT BEP milik negara.
Tahun 2014 divonis 4 tahun penjara lantaran melakukan penipuan terhadap pengusaha Putra Mas Agung senilai USD50 juta. Kemudian tahun 2016 divonis 4 tahun penjara dalam kasus penipuan yang lain. Setelah mendapat keuntungan dari hasil kejahatan sebesar Rp3 triliun.
Herry Beng Koestanto lalu mempailitkan sendiri PT BEP yang dalam perkembangannya perusahaan tambang batu bara ini dicaplok oleh Erwin Rahardjo dengan modus membuat akta yang di dalamnya terdapat pidana keterangan palsu.
Pasca-pencaplokan, PT BEP dikelola oleh Erwin Rahardjo dan perbuatan pidana yang merugikan negara pun berlanjut. Tercatat sederet penyimpangannya melanggar PP Nomor 96 Tahun 2021 Pasal 157 Ayat 1 dan Pasal 158 Ayat 3 terkait tidak mematuhi kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri (Domestic Market Obligation) yang merugikan negara sekitar Rp3 triliun.
Pada tahun 2020 kewajiban DMO PT BEP sebanyak 131.402 MT, realisasi 7.600,39 MT. Pada tahun 2021 kewajiban DMO PT BEP sebanyak 737.407 MT, realisasi 163.576,0 MT. Pada tahun 2022, kewajiban DMO PT BEP sebanyak 749.272 MT realisasi 445.603,87 MT. Dan melanggar Pasal 161 B UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Juncto Pasal 29 Ayat 1 PP Nomor 78 Tahun 2010 dengan fakta hukum PT BEP tidak menempatkan jaminan reklamasi dan jaminan pasca-tambang selama melakukan eksploitasi.
Serta melanggar Pasal 128 Ayat 1 UU Nomor 3/2020 dengan tidak patuh atas kewajiban pembayaran PNBP, baik iuran tetap maupun royalti sebesar Rp452.275.585,51 berdasarkan data Direktorat Penerimaan Negara Ditjen Minerba.
Dengan rekam jejak yang penuh kejahatan seperti itu, Plh Dirjen Minerba, M. Idris Sihite, malah menyetujui pemberian RKAB Tahun 2023 kepada PT BEP sebanyak 2.999.999,99 MT dengan mengabaikan Keputusan Menteri ESDM RI Nomor 1806 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Penyusunan, Evaluasi, Persetujuan Kerja dan Anggaran Biaya, Serta Laporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, persetujuan RKAB harus melalui serangkain prosedur evaluasi secara berjenjang termasuk wajib mereview aspek keuangan dan penerimaan negara.
Menyalahgunakan Wewenang
Kebijakan Plh Dirjen Minerba yang memberikan RKAB kepada tambang bermasalah diduga bentuk penyalahgunaan wewenang secara masif karena ditemukan lebih dari satu tambang bermasalah. Dalam hal ini misalnya pemberian RKAB Tahun 2023 kepada CV Sungai Berlian Jaya pada 30 Desember 2022 sebanyak 450.000 MT.
Kebijakan Plh Dirjen Minerba dinilai janggal. Menebar aroma amis adanya dugaan penyuapan. Pasalnya, konsesi CV Sungai Berlian Jaya, berdasarkan IUP OP Nomor: 503/109/IUP-OP/DPMPTSP/1/2017 yang luasnya hanya 170,8 hektare sudah lama tidak ada aktivitas penambangan lantaran cadangan batu baranya habis. Lalu pertanyaannya, atas dasar pertimbangan apa Plh Dirjen Minerba memberikan persetujuan RKAB Tahun 2023 kepada CV Sungai Berlian Jaya
Berdasarkan data Faktur Bukti Bayar penerimaan negara PNBP yang tercatat di Ditjen Minerba terdapat pembayaran oleh CV Sungai Berlian Jaya sebesar Rp240 juta, kode biling 828230304310525 tertanggal 4 Maret 2023. Fakta ini membuktikan terdapat dugaan ilegal mining yang dilakukan pihak CV Sungai Berlian Jaya dengan sumber batu diduga dari PT BEP.
Dalam catatan wartawan, PT BEP dan SBJ bukan pertama kali diketahui melakukan illegal mining. Berdasarkan bukti dokumen hasil Gelar Perkara Laporan Polisi Nomor LP/235/X/2021/Polda Kaltim/SPKTIII di Biro Wassidik Bareskrim Polri tanggal 26 April 2022, tim penyelidik dari Sub Fismondev Dirkrimsus Polda Kaltim melaporkan bahwa sebelum RKAB PT BEP (dalam pailit) Tahun 2019 disetujui oleh Dinas ESDM Provinsi Kalimantan Timur diketahui telah terjadi penggalian, pengangkutan dan penjualan batu bara secara ilegal pada periode Januari 2019 sebanyak 100.522 MT, Februari 2019 sebanyak 115.500 MT dan Maret 2019 sebanyak 119.806 MT.
Total terdapat sebanyak 335.828 MT batu bara ilegal yang bersumber dari konsesi PT BEP (dalam pailit) yang telah digali, diangkut dan dijual.
Padahal, RKAB Tahun 2019 PT BEP (dalam pailit) baru dietujui pada tanggal 19 Maret 2019, berdasarkan alat bukti berupa Surat Kepala Dinas ESDM Provinsi Kalimantan Timur Nomor: 541.23/1089/II-MINERBA.