
AKURAT.CO Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap presenter televisi Brigita Manohara sebagai saksi kasus korupsi untuk tersangka Bupati Mamberamo Tengah non-aktif, Ricky Ham Pagawak.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, menjelaskan bahwa Brigita Purnawati Manohara awalnya akan diperiksa pada Rabu (24/5/2023), namun tidak hadir sehingga penyidik menjadwalkan ulang pemeriksaan.
"Saksi Brigita P Manohara tidak hadir pada jadwal pemeriksaan pada hari Rabu dan konfirmasi pada tim penyidik untuk dijadwal ulang pekan depan," ujar Ali kepada wartawan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (25/5/2023).
baca juga:
Meski demikian, Ali belum memberikan keterangan lebih lanjut mengenai waktu pemeriksaan Brigita Manohara.
KPK juga mengingatkan Brigita Manohara untuk kooperatif hadir sesuai dengan komitmen yang disampaikan.
Penyidik KPK telah menetapkan Bupati Mamberamo Tengah non-aktif, Ricky Ham Pagawak, sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Mamberamo Tengah.
Setelah melakukan pengembangan kasus, KPK lantas menetapkan kembali Ricky Ham Pagawak sebagai tersangka kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Tim penyidik KPK kemudian menyita aset Ricky Ham Pagawak senilai sekitar Rp30 miliar yang diduga terkait dengan penyidikan kasus TPPU.
Penyidik KPK mengonfirmasi terkait dengan dugaan adanya aliran sejumlah uang dari tersangka Ricky Ham Pagawak kepada beberapa pihak, satu di antaranya adalah Brigita Manohara.
Brigita Manohara sendiri sebelumnya telah mengembalikan seluruh uang kepada KPK yang ada dugaan berasal dari tersangka Ricky Ham Pagawak.
"Sudah aku transfer, total Rp480 juta. Sudah aku transfer semua," katanya saat dikonfirmasi wartawan pada Selasa (26/7/2022).
Namun begitu, Ketua KPK, Firli Bahuri, menyatakan bahwa pengembalian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi dan menyebabkan kerugian negara, tidak serta merta menggugurkan tuntutan pidana.
"Terkait ada beberapa pihak yang terhubung dengan tersangka RHP, bahkan telah menerima uang dan sudah dikembalikan, sebagaimana Undang-Undang 31 Tahun 1999 bahwa pengembalian kerugian negara itu tidak menghapus tuntutan pidana," jelasnya di Jakarta, Senin (20/2/2023).