News

KPK Jangan Cuma Andalkan OTT

KPK Jangan Cuma Andalkan OTT
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menyebut KPK terlalu fokus pada OTT. (Akurat.co)

AKURAT.CO Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah kepemimpinan Firli Bahuri terus mendapat sorotan. 

Hal tersebut lantaran KPK kini jarang menangani kasus-kasus besar atau yang dikenal dengan istilah the big fish.

Sorotan tajam terhadap kinerja KPK disampaikan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menyebut KPK terlalu fokus pada operasi tangkap tangan atau OTT.

baca juga:

Dia lantas membandingkan kinerja KPK dengan Kejaksaan Agung. Ketidakmampuan KPK mengungkap kasus-kasus besar seperti yang dilakukan Kejagung karena pola kerja yang dijalankan KPK selama ini.

Menurut Boyamin, KPK hanya fokus pada operasi tangkap tangan yang menerapkan Pasal 5 tentang suap, Pasal 11 tentang Gratifikasi serta Pasal 12 tentang Penerimaan Hadiah dan Pemerasan. Dari OTT itu, katanya, KPK melakukan pengembangan kasus jika pengembangan kasus yang dilakukan KPK selalu berasal dari OTT maka akan terbiasa dimudahkan dalam proses hukum.

Berbeda dengan Kejagung yang selalu berkontribusi atau berkutat pada Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi dan segala perubahannya.

Pada Pasal 2, kata dia, tentang perbuatan melawan hukum Pasal 3 adalah perbuatan penyalahgunaan wewenang. Dari dua pasal itu, maka perlu mencari bukti dan menemukan bukti. Sebab, korupsinya bisa saja terjadi lima tahun yang lalu, 12 tahun yang lalu, atau setahun yang lalu.

"Kan sudah ada peristiwanya, sudah terjadi dan harus menemukan dan mencari alat bukti. Dengan pencarian alat bukti ini, otomatis ketika Kejagung fokus dan konsentrasi di situ, maka lama-lama akan menemukan ikan besar (kasus besar)," ujar Boyamin kepada Akurat.co, Senin (27/3/2023).

Dia mencontohkan kasus Jiwasraya yang dilaporkan MAKI. Dari kasus tersebut, dirumuskan sampai 2019-2020 yang kemudian rentetannya menjadi kasus Asabri.

"Kemudian juga saya melaporkan soal mahalnya minyak goreng akibat ekspor CPO," kata Boyamin.

"Kemudian beberapa kasus lain besar-besar yang termasuk kasus perkebunan Surya Darmadi yang dirumuskan kerugiannya sampai sangat tinggi di atas Rp50 triliun," jelasnya. 

Hal inilah yang membuat Kejagung mampu mengungkap kasus-kasus megakorupsi dengan pola kerja berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 3 yaitu mencari dan menemukan alat bukti.

Sebelumnya, Ketua Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, menyebut, kini KPK jarang menangkap kasus-kasus besar atau yang kerap disebut the big fish. Dia pun menyayangkan hal tersebut.

"Kita belum berhasil mengungkap kasus-kasus yang besar, kasus-kasus yang kita beri nama dulu ‘the big fish' itu jarang terjadi dilakukan oleh KPK," katanya dalam tayangan "Kenal Lebih Dekat Ketua Dewas KPK" yang diunggah kanal Youtube KPK.

Tumpak berpendapat, KPK lebih banyak menangani kasus OTT mengenai praktik suap menyuap penyelenggara negara.

Namun demikian, dia mengakui bahwa saat ini masyarakat masih mempercayai pemberantasan korupsi oleh KPK.