
AKURAT.CO, Anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf menilai klarifikasi yang disampaikan oleh Menteri Agama Fachrul Razi soal pembatalan haji tahun 2020 gagal paham.
Ia menyebut, terdapat banyak kekeliruan dari klarifikasi Menteri Agama yang perlu diluruskan soal keputusannya membatalkan haji. Pertama, terkait keputusan pembatalan haji oleh Kemenag bukan atas perintah Presiden Jokowi tetapi setelah koordinasi dengan Kemenkum HAM.
Bukhori menganggap apa yang disampaikan oleh Menteri Agama bertentangan dengan berita yang beredar di media. Selain itu, Menag juga dinilai menyalahi wewenang dan merendahkan jabatan Presiden.
“Secara yuridis, pembatalan dan pemberangkatan haji seharusnya dilakukan berdasarkan kesepakatan antara DPR RI dengan Pemerintah,” kata Politisi PKS itu kepada wartawan, Rabu (10/6/2020).
Menurutnya, langkah meminta pendapat hukum ke Kemenkum HAM juga tidak tepat dan benar dikarenakan tugas Kemenkum HAM adalah menerima harmonisasi dan sinkronisasi Peraturan di bawah UU, termasuk Keputusan Menteri.
"Poin kedua, terkait langkah Menteri Agama bersurat kepada Pemerintah Arab Saudi untuk meminta agar tidak menerbitkan visa undangan (mujamalah) atau visa mandiri (furada)," tuturnya.
Bukhori menilai langkah tersebut tidak lazim dan seolah ikut campur terhadap urusan negara lain. Ia memandang bahwa kebijakan penerbitan visa adalah kewenangan Pemerintah Arab Saudi sehingga Pemerintah Indonesia tidak bisa bertindak sesuai kehendaknya.
“Pemerintah Arab Saudi cukup melaporkan penyelenggaraan ibadah haji khusus kepada Menteri. Tidak perlu kemudian Pemerintah Indonesia sampai bersurat ke Pemerintah Arab Saudi. Silakan dibaca kembali undang-undangnya” tegasnya.
Selanjutnya, kata Bukhori, terkait dengan dana haji yang diklaim aman dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Menurutnya, kewenangan BPKH dan merubah mekanisme pengadaaan barang dan jasa yang jelas sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait pengadaan barang dan jasa seperti pelayanan konsumsi, transportasi, dan petugas haji.
“Keputusan pemberangkatan atau pembatalan keberangkatan jemaah haji itu harus sesuai UU. Dalam proses pemberangkatan jemaah haji itu harus ada kesepakatan antara Komisi VIII DPR RI dengan Pemerintah. Pertanyaannya adalah, apakah kesepakatan antara DPR RI dengan Kementerian Agama juga batal?," ucapnya.
Oleh karena itu, Bukhori memberikan dua catatan kepada Menag. Pertama, dalam Pasal 1 UUD 1945 dijelaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum sehingga konsekuensi dari ketentuan tersebut adalah seluruh penyelenggaraan kebijakan pemerintah harus didasarkan pada hukum.
Kedua, mengenai keputusan pembatalan haji Menag harus perlu memperhatikan dua aspek krusial. Mulai yakni materil dan formil.
“Keputusan Menteri Agama membatalkan haji dengan melangkahi sejumlah peraturan perundang-undangan adalah preseden buruk yang kita harapkan tidak lagi terulang. Ke depan, Menteri Agama harus sepenuhnya tunduk pada UU No. 8 Tahun 2019,” tandasnya.[]