
AKURAT.CO Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un telah memberi sinyal tentang pelaksanaan imunisasi untuk Covid-19. Media pemerintah mengungkap agenda tersebut pada Jumat (9/9), menyebut bahwa Kim telah menyarankan bahwa Korut bisa memulai vaksinasi pada bulan November 2022.
Dalam pidato pada hari Kamis di majelis nasional Korut, Kim mengutip peringatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menyatakan kemungkinan kebangkitan infeksi Covid-19 selama musim dingin.
"Oleh karena itu, bersama dengan vaksinasi yang dilakukan secara bertanggung jawab, kami merekomendasikan agar semua warga memakai masker demi melindungi kesehatan mulai November," kata Kim tanpa menjelaskan lebih lanjut.
baca juga:
Lalu kira-kira dari mana datangnya vaksin Covid-19 untuk Korut?
Korut sejauh ini belum mengonfirmasi pemberian vaksinasi Covid-19. Sebelumnya, negara terisolasiitu terus menolak bantuan vaksin Covid-19 dari komunitas internasional.
Dua juta dosis AstraZeneca yang dialokasikan untuk negara itu oleh COVAX, sempat ditolak Pyongyang, dengan alasan kekhawatiran akan efek sampingnya. Korut juga setidanyak telah menolak tiga juta dosis vaksin Sinovac China.
Tahun ini, lebih dari 1,28 juta dosis AstraZeneca dan 252ribu dosis vaksin Novavax buatan AS, telah dialokasikan untuk Korut. Namun, seperti diwartakan Daily NP pada Mei lalu, seluruh pengiriman itu dibatalkan lantaran Pyongyang tidak menyatakan niat untuk menerimanya.
Belum segera diketahui vaksin apa yang akan digunakan Korut untuk warganya. Kendati begitu, catatan bea cukai telah menunjukkan bahwa mereka telah mengimpor beberapa vaksin yang tidak ditentukan dari China tahun ini.

Bulan lalu, Kim menyatakan kemenangan atas Covid-19, setelah pada Mei melaporkan wabah hingga kematian pertamanya terhadap virus tersebut. Ia juga telah memerintahkan pencabutan tindakan anti-epidemi maksimum yang diberlakukan pada Mei. Namun, ia menekankan bahwa negara harus tetap mempertahankan 'upaya pertahanan anti-epidemi yang kuat'.
Korut tidak pernah mengonfirmasi berapa banyak orang yang tertular virus, yang tampaknya disebabkan oleh kurangnya sarana untuk melakukan pengujian secara luas.
Sebaliknya, negara itu hanya melaporkan jumlah harian pasien dengan gejala demam. Penghitungan kasus itu telah yang meningkat menjadi sekitar 4,77 juta, dari perkiraan populasi sekitar 25 juta jiwa. Menurut Reuters, tidak ada kasus baru yang terdaftar sejak 29 Juli, dan mengatakan jumlah kematiannya mencapai 74.
Sementara, para ahli, termasuk WHO, meragukan angka-angka itu, dengan alasan kurangnya kapasitas pengujian di negara itu. []