
AKURAT.CO, Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah menilai aksi kepala desa menuntut penambahan masa jabatan dari 6 tahun menjadi 9 tahun tidak tepat. Menurutnya, kepala desa lebih baik menuntut pemerintah menambah anggaran desa.
"Coba yang diminta adalah sesuatu yang membuat desa menerima transfer yang lebih besar setiap tahun dari pemerintah di atasnya. Itu lebih riil daripada memperpanjang masa jabatan," kata Fahri dalam Gelora Talks ke-79 bertajuk 'Aparat Desa Unjuk Aksi, DPR Beraksi, Ada Apa?" Rabu (25/1/2023).
Menurut Fahri, masa depan pembangunan Indonesia ada di desa sehingga pembiayaan pembangunannya perlu ditingkatkan.
baca juga:
"Saat ini justru terlalu banyak anggaran yang terpotong di tingkat pemerintah pusat daripada di desa. Harus ada Presiden yang berani menjanjikan, kalau dia terpilih Rp 5 miliar setiap desa misalnya," ujar Fahri.
Fahri mengatakan, anggaran desa harus meningkat agar pengelolaan desa juga meningkat. Jika insfrastruktur dan pengelolaan kebersihan di desa bagus, menurutnya, maka akan dapat menarik wisatawan berkunjung.
"Desa kita akan menjadi desa bersinar, mengeluarkan cahaya karena bersih. Sungainya bersih, got-gotnya bersih. Barulah dia bisa menjadi tujuan kunjungan wisatawan dan sebagainya. Jadi menurut saya masa depan pembiayaan pembangunan kita itu, di desa aja," katanya.
Hal itu, kata Fahri, yang seharusnya menjadi fokus perjuangan para kepala desa. Bukan meminta penambahan masa jabatan yang istilahnya tidak ada di dalam sistem demokrasi.
Bahkan semakin matang demokrasi suatu negara, katanya, masa jabatan dipotong seperti yang terjadi dalam demokrasi Amerika Serikat (AS).
"Tidak ada yang namanya ekstensi jabatan. Dalam demokrasi jabatan itu malah harus dikurangi," katanya.
Fahri menyampaikan Partai Gelora yang mendapatkan nomor urut 7 pada Pemilu 2024 mengusulkan agar jabatan kepala desa justru diturunkan menjadi 5 tahun dan periodenya disamakan seperti jabatan di atasnya. Bukan 6 tahun bahkan ditambah menjadi 9 tahun.
"Jadi jangan teman-teman kepala desa mau diiming-imingi dengan perpanjangan masa jabatan yang tidak punya konsekuensi anggaran," kata mantan Wakil Ketua DPR Periode 2004-2009 ini.
Fahri lantas membandingkan besaran gaji kepala desa yang hanya Rp 2 juta per bulan, yang sebelumnya dibayarkan per tiga bulan. Sementara gaji lurah di DKI Jakarta mencapai Rp 30 juta per bulan. Padahal kepala desa, katanya, dipilih rakyat secara langsung sementara lurah di DKI ditunjuk oleh pejabat.
"Jadi mesti melihat desa itu menjadi unit yang independen dia bisa lebih kuat dari negara, income per kapita desa bisa lebih kuat dari negara, pembangunan desa itu bisa lebih hebat dari ibu kota," kata Fahri.
"Karena itu lihatnya desa itu sebagai satu unit yang mau kita lengkapkan, demokrasinya lengkap, organisasinya lengkap, sistem pemerintahannya lengkap, gajinya juga dikasih baik," imbuh dia.
Fahri kemudian menyebut nominal gaji per bulan kades Rp 2 juta adalah hal yang tak masuk akal karena gaji lurah di DKI mencapai puluhan juta.
"Masa gaji kepala desa Rp 2 juta, sementara gaji lurah di DKI gajinya puluhan juta tidak dipilih oleh rakyat. Kalau gaji lurah DKI segitu besarnya gaji kepala desa yang dipilih rakyat langsung, Rp 15 juta misalnya. Itu saya kira realistis," tegasnya.
Pada prinsipnya, Partai Gelora setuju UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa direvisi tapi menyangkut pembiayaan dan pengelolaan pembangunan desa. Bukan terkait dengan pernambahan jabatan.
"Sehingga menjadikan pengelolaan desa itu maksimal, uangnya harus besar, makanya yang kita pikirkan bukan aparatnya, yang pertama kita pikirkan rakyat desa. Kita ingin orang-orang desa lebih maju dari Jakarta seperti Pak Ryas Rasyid yang dulunya mantan lurah bisa jadi menteri (mantan Menteri Otonomi Daerah era Presiden Abdurrahman Wahid)," ujarnya.
Kepala Desa Menjabat 9 Tahun Iming-iming PKB
Pada kesempatan yang sama, Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (MPO APDESI), Muhammad Asri Anas, mengatakan ada satu partai politik (parpol) yang selalu menggoda kepala desa agar meminta perpanjangan masa jabatan dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Parpol itu bergerak melancarkan godaannya sejak enam bulan lalu.
"Kami menganggap godaan dari mohon maaf ya saya sebut saja dari partai politik, politisi kepada teman-teman kepala desa bagaimana memperpanjang masa jabatan. Ini menurut kami agak tidak benar ini," kata Asri.
Dia mengungkap kepala desa yang menyuarakan usulan penambahan masa jabatan tidak lebih dari 15 persen. Dia menyatakan tuntutan penambahan masa jabatan kepala desa tidak substansial.
"Makanya kami menganggap, bahwa ini godaan dari, ya mohon maaf ya, saya sebut saja partai politik, politisi ini kok enggak berdinamika bicara tentang substansi. Dan kepala desa yang mendukung itu, hanya sekitar 15 persen, tidak mewakili semua, dan para kepala desa itu diminta buat video ucapan selamat," ujar Asri Anas.
Asri mengatakan, isu perpanjangan masa jabatan kepala desa digagas dan dilontarkan oleh Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar. Halim merupakan ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Dia adalah kakak dari ketua umum PKB Muhaimin Iskandar.
Asri membantah argumentasi Menteri Halim soal perpanjang masa jabatan kepala desa. Halim mengusulkan perpanjangan masa jabatan dengan alasan dua tahun awal kepemimpinan kepala desa dihabiskan untuk mengurus perseteruan masyarakat akibat pilkades. Alhasil, selama dua tahun awal itu pembangunan desa tersendat.
Asri mengatakan itu hanyalah alasan yang dibuat-buat oleh Mendes. Sebab, perseteruan akibat pilkdes tidak begitu masif karena calon kades maupun warga itu saling berkerabat dan bertemu setiap hari.
"Bagi saya ini alasan politis saja untuk menggoda kepala desa jelang Pemilu 2024," kata Asri.
Dia menmabahkan isu perpanjangan masa jabatan membuat APDESI terbelah. Sebab ada kepala desa yang mendukung penambahan dan ada yang menilai masa jabatan 6 tahun 3 periode sudah cukup.
Asri Anas berharap agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR segera mengambil sikap untuk mengakhiri pro kontra penambahan masa jabatan kepala daerah. Sebab, isu ini cukup sensitif dan membuat pemerintahan desa di seluruh Indonesia menjadi terbelah.
"Ini termasuk isu yang cukup sensitif dan dan membuat terbelah pemerintahan desa di Indonesia. Kami berharap DPR dan pemerintah cepat mengambil sikap, teman-teman APDESI menunggu hal itu," tegas mantan Anggota DPD RI ini.
Belum Ada Keputusan Revisi UU Desa
Sementaara itu, Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PAN Guspardi Gaus mengatakan usulan perpajangan jabatan kepala desa melalui revisi UU Desa baru sekedar aspirasi. Belum menjadi keputusan Komisi II DPR, apalagi DPR secara kelembagaan.
"Mereka menyampaikan hal itu (para kepala desa) untuk bisa diperjuangkan disalurkan dengan cara merevisi UU No.6 Tahun 2014. Jadi sebenarnya baru aspirasi yang kita tampung, belum ada keputusan," kata Guspardi Gaus.
Guspardi menegaskan, revisi UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa tidak masuk dalam Prolegnas Prioritas 2023, tapi masuk dalam Prolegnas 2000-2024. Jika ingin direvisi, maka Badan Legislasi harus merevisi Prolegnas Proritas 2023 dan memasukkan revisi UU Desa.
"Jadi revisi UU Desa itu tidak masuk Prolegnas Prioritas 2023, kalau mau dibahas ya harus direvisi Prolegnas Prioritasnya dan sampai sekarang belum ada pembahasan untuk merevisinya," tegas Politisi PAN ini.
Guspardi berharap agar Menteri Desa dan Pembangunan Desa Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar melakukan kaji mendalam dari berbagai aspek mengenai efektifitas perpenjangan jabatan kades 9 tahun, dan tidak sekedar melempar wacana dan membuat polemik di publik.
"Masalah perpanjangan jabatan ini, saya mengatakan, menteri tolong dilakukan kajian mendalam dari aspek sosial politik, ekonomi dan berbagai aspek lainnya agar ada solusi dan cara mengatasinya," kata Anggota Komisi II DPR ini.
Ia mengingatkan, agar Halim Iskandar mendengar berbagai alasan mengenai pro kotra perpanjangan jabatan kepala desa, seperti ketika kepala desa yang terpilih ternyata tidak berkualitas dan tidak punya inovasi, sementara jabatannya masih panjang.
"Ujung-ujungnya nanti yang dikorban masyarakat desa. Masukan dan saran seperti ini akan menjadi pendapat Komisi II DPR. Karena itu, saya menyampaikan apresiasi kepada Partai Gelora yang punya kepedulian untuk menyampaikan aspirasi, gagasan persoalan-persoalan dan dinamika di ranah desa," ujarnya.[]