
AKURAT.CO Iran mengklaim memiliki bukti bahwa negara-negara Barat telah terlibat dalam protes besar yang kini melanda negara itu.
Pernyataan itu disampaikan pada Senin (28/110, dengan kementerian luar negeri Iran menuduh Amerika Serikat (AS) serta sekutunya berperan dalam protes.
"Kami memiliki informasi spesifik yang membuktikan bahwa AS, negara-negara Barat, dan beberapa sekutu Amerika berperan dalam protes tersebut," tambah juru bicara kementerian Nasser Kanaani.
baca juga:
Belum segera diketahui informasi apa yang dirujuk oleh kementerian untuk mendukung klaimnya tersebut.
Gelombang protes di Iran dipicu oleh kematian Mahsa Amini Amerika, seorang wanita Iran Kurdi berusia 22 tahun, yang meninggal setelah penangkapannya. Sebelum wafat pada 16 September lalu, Amini ditahan oleh apa yang dinamakan polisi moral, lantaran tidak mengenakan hijab sesuai standar pemerintah.
Segera setelah kematiannya, warga Iran menggelar demonstrasi massal, dengan seruan 'Wanita, Kehidupan, Kebebasan' berhasil menyebar ke berbagai belahan dunia.
Juga selama pembukaan Piala Dunia Qatar 2022, tim nasional Iran menyedot perhatian lantaran tidak menyanyikan lagu kebangsaan, sebagai bentuk dukungan atas para pengunjuk rasa anti-pemerintah.
BREAKING: #Iran football team captain defies regime, backs protests: “We have to accept that conditions in our country are not right & our people are not happy. They should know that we are with them. And we support them. And we sympathize with them regarding the conditions.” pic.twitter.com/SX4kenXiTZ
— Hillel Neuer (@HillelNeuer) November 21, 2022
Oleh CNN, rangkaian protes yang kini terjadi di Iran digambarkan lebih luas dibanding demonstrasi pada tahun 2009, 2017, dan 2019. Hal serupa diungkap oleh The New York Times, menyebut bahwa protes kali ini adalah yang terbesar setidaknya seja tahun 2009.
Dalam aksinya, beberapa demonstran perempuan nekat melepaskan jilbab mereka atau memotong rambut di depan umum sebagai aksi protes. Namun, protes telah ditanggapi dengan berbagai laporan kekerasan dari polisi.
Pada awal November 2022, Hak Asasi Manusia Iran melaporkan bahwa setidaknya 304 orang tewas oleh pasukan keamanan yang menghadapi protes di seluruh negeri. Amnesti Internasional melaporkan bahwa pasukan keamanan Iran, dalam beberapa kasus, menembaki massa dengan peluru tajam, dan dalam kasus lain membunuh pengunjuk rasa dengan memukuli mereka dengan pentungan.
Kerusuhan besar dengan apa yang tampaknya diwarnai kekerasan polisi telah bermunculan di media sosial.
Protes yang telah berlangsung telah menimbulkan salah satu tantangan terkuat sejak Revolusi Islam 1979, yang dipimpin Ayatollah Khomeini. []