Rahmah

Sedang Makan Sahur Atau Sedang Jimak Tiba Azan Subuh, Bagaimana Puasanya?

Sedang Makan Sahur Atau Sedang Jimak Tiba Azan Subuh, Bagaimana Puasanya?
ilustrasi makan sahur puasa (https://www.freepik.com)

AKURAT.CO Pada bulan Ramadhan umat Islam diwajibkan Allah untuk melaksanakan ibadah puasa. Puasa sendiri merupakan ibadah dengan menahan diri dari hawa nafsu atau syahwat baik syahwat perut atau pun syahwat kemaluan yang dapat membatalkan puasa dari terbinya fajar shadiq hingga terbenamnya  matahari.

Syahwat perut merupakam syahwat yang berhubungan dengan perut baik makan maupun minum. Sedangkan yang dimaksud dengan syahwat kemaluan adalah hal-hal yang berhubungan dengan kemaluan atau alat kelamin, seperti berhungan seksual suami dan istri. Perintah melaksanakan  puasa sendiri banyak disebutkan dalam firman Allah salah satunya di surah Al-Baqarah:

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS Al-Baqarah 2: 183)

baca juga:

Agar kuat untuk melaksanakan puasa, Nabi Muhammad menganjurkan umatnya untuk melakukan salah satu kesunnahannya, yaitu sahur. Sahur adalah aktivitas makan dan minum yang dilakukan sebelum tibanya waktu Shubuh atau terbitnya fajar. Sahur sendiri merupakan ikhtiar agar ketika melaksanakan puasa kuat. Selain itu, mengakhirkan sahur atau sahur di akhir-akhir waktu sahur merupakan hal yang dianjurkan dan baik dilaksanakan. Sebagaimana salah satu hadis Nabi:

“Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu pernah makan sahur. Ketika keduanya selesai dari makan sahur, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk shalat, lalu beliau mengerjakan shalat. Kami bertanya pada Anas tentang berapa lama antara selesainya makan sahur mereka berdua dan waktu melaksanakan shalat Shubuh. Anas menjawab, ‘Yaitu sekitar seseorang membaca 50 ayat (Al-Qur’an)." (HR. Bukhari  dan Muslim )

Namun, kemudian dari sini kemudian terdapat permasalahan. Lantas bagaimana hukum puasa ketika mengakhirkan waktu sahur, ternyata di tengah-tengah sedang makan sahur, tiba-tiba datang waktu Shubuh? atau ketika sedang asik berhubungan badan atau jimak, ternyata aktivitas ini belum selesai dan tiba waktu Shubuh, lantas seperti apa hukumnya?

Ini Hukum Puasa Ketika Masih Makan Sahur Atau Jimak Tiba-tiba Waktu Shubuh Datang

Dilansir dari NU Online, Kamis (30/03/23) ketika sedang makan sahur tiba-tiba fajar telah terbit atau waktu Shubuh, maka ia harus menghentikan makannya dan mengeluarkan sisa makanan yang ada di mulut dan belum masuk ke tenggorokannya. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab I'anatut Thalibin syarah dari kitab Fathul Muin:

“Seandainya fajar terbit, sementara di mulut seseorang masih terdapat makanan, lalu ia mengeluarkannya sebelum masuk ke dalam rongga perutnya, maka puasanya sah,”

Namun, terkadang saking kagetnya telah tiba waktu Shubuh dan mengakibatkan makanan atau minuman di mulutnya justru tanpa sengaja tertelan. Karena hal ini terjadi sebab tanpa sengaja, maka hukum puasanya tetap sah. Hal ini sejalan dengan keterangan dari kitab I’anatut Thalibin:

“(Dengan sengaja atau pilihan sadarnya) hal ini meniscayakan bila sesuatu tertelan tanpa sengaja ke dalam perutnya, maka puasanya tidak batal karena air atau makanan (asap rokok misalnya),”

Lantas bagaimana jika hal ini terjadi ketika sedang berhubungan badan atau jimak? Hukum yang diberlakukan sejalan dengan hukum mengenai makan sahur yang dijelaskan di atas. Ketika telah terbit fajar atau masuk waktu Shubuh, aktivitas seksual harus dihentikan dengan mencabut penisnya laki-laki dari lubang kemaluan perempuan. Ketika hal tersebut dilakukan, maka hukum puasanya tetap sah. Sebagaimana dalam penjelasan kitab Fathul Muin:

“Sama halnya (tetap sah puasa) saat seseorang sedang berjimak lalu tiba waktu terbit fajar, kemudian ia mencabutnya seketika maksudnya setelah fajar terbit, maka puasanya tidak batal sekalipun ia mengalami ejakulasi. Pasalnya, pencabutan penis itu sama dengan meninggalkan jimak,”

Pada I’anatut Thalibin pencabutan kemaluannya disyaratkan harus berdasarkan niat untuk mencabutnya . Namun, lain halnya jika tiba waktu Shubuh atau terbit fajar masih dilanjutkan aktivitas seksualnya, maka, hal yang seperti ini hukum puasa tidak sah atau batal. Selain wajib untuk mengganti puasa tersebut, pelakunya juga diwajibkan untuk membayar kaffarat. Wallahu ‘Alam. []