Polemik Sinema atau Bukan Sinema ala Martin Scorsese

Martin Scorsese | IMDB
AKURAT.CO Jagat perfilman Hollywood tiba-tiba gerah dan panas. Bukan karena adanya pergerakan tidak biasa dari matahari, seperti yang saat ini sedang saya rasakan di Indonesia, namun karena komentar pedas Martin Scorsese.
Selama beberapa minggu kemarin, saya tidak ingat kapan tepatnya, Martin Scorsese mengeluarkan pernyataan tajam setajam silet yang ditujukan kepada film-film produksi Marvel Studios. Dalam komentarnya itu, Scorsese mengatakan bahwa film-film marvel studios bukan sebuah sinema, melainkan tidak lebih sebagai taman hiburan saja yang biasa orang-orang nikmati.
Sontak komentar tajamnya itu pun mengundang reaksi dari banyak pihak terutama pihak-pihak yang berkaitan dengan Marvel Studios. Sejumlah nama beken Marvel seperti Robert Downey Jr, Natalie Portman, James Gunn, Benedict Cumberbatch, Jon Favreau hingga CEO Disney, Bob Iger turun untuk membela Marvel Studios.
baca juga:
Di pihak Martin Scorsese sendiri, tidak banyak pihak yang terlihat berada bersamanya. Paling tidak, dari apa yang saya temukan di media, hanya Francis Ford Coppola yang berkomentar senada dengannya. Sebentar, Coppola sebenarnya tidak berkomentar senada dengan Scorsese. Komentarnya, lebih tepatnya, jauh lebih sadis.
Saat menghadiri sebuah acara penghargaan di Prancis, sutradara yang melahirkan salah satu film terbaik Hollywood, Goodfather, mengatakan bahwa apa yang disampaikan martin Scorsese itu benar. Menurut Coppola, ia selalu berharap penonton dapat belajar sesuatu dari sinema, mendapatkan sesuatu seperti pencerahan, pengetahuan, dan juga inspirasi.
Menurutnya, hal-hal itu yang tidak akan didapat orang saat mereka menonton film yang sama berulang-ulang. Dan lebih keras dari Scorsese yang hanya mengatakan bahwa itu bukan sinema, Coppola lebih suka menyebutnya sebagai “tercela”.
Oke, gara-gara komentar ini bukan sinema, saya coba search di google, seperti apa definisi sinema itu. Dari beberapa sumber yang saya baca, kesimpulan saya, sinema merupakan rangkaian gambar bergerak yang memiliki makna dan jalan cerita, direkam menggunakan alat dan teknik tertentu, sehingga menjadi sebuah media efektif untuk menyampaikan ide atau cerita.
Jadi, kalau mengacu pada definisi itu, apa yang dikritik oleh Martin Scorsese kok rasanya kurang tepat. Film-film Marvel Studios yang dihasilkan sesuai dengan definisi teknis yang tadi saya sebutkan sebelumnya. Merupakan rangkaian gambar bergerak yang bertujuan menyampaikan ide atau cerita. Apakah ini berarti Scorsese punya definisi lain yang hanya dia sendiri yang tahu?
Saya sempat diskusi kecil dengan teman saya yang juga punya concern sama di dunia film. Menurut sobat saya itu, Scorsese mendefinisikan sinema itu bukan pada sisi teknisnya saja. Jauh dari itu, ia melihat film sebagai sebuah karya luar biasa yang harusnya punya sesuatu seperti yang disampaikan Coppola, mencerahkan dan memberi inspirasi.
Komentar dua orang pembuat film ini memang wajar muncul apalagi jika melihat perubahan industri film sekarang. Sejauh ini industri film memang sudah berubah alur dimana genre film superhero menjadi genre yang paling diminati dan dinilai punya potensi besar untuk mendulang banyak uang dan keuntungan.
Coba saja lihat film epik Marvel Studios, Avengers: Endgame yang saat ini nangkring di posisi pertama film terlaris sepanjang masa. Satu-satunya film yang saya tonton lebih dari 3 kali di bioskop itu sukses mendapatkan pemasukan 2,7 milliar dollar AS dengan biaya produksi sebesar 356 juta dollar AS. Bisa dibayangkan berapa kali lipat keuntungannya.
Selain Avengers: Endgame, Marvel Studios juga sukses meletakkan sekitar 3 film produksi mereka lainnya di daftar 10 film terlaris sepanjang masa, seperti Avengers, Avengers: Infinity War, dan Avengers: Age of Ultron. Ini belum terhitung dengan prestasi Marvel Studios yang didaulat sebagai studio film terbanyak yang memproduksi film dengan keuntungan diatas 1 milliar dollar AS. Dan semuanya adalah film superhero.
Dari gambaran itu, kita dapat melihat bahwa memang film superhero saat ini sudah menjad industri yang potensial untuk meraup keuntungan yang besar. Tercatat setelah Marvel Studios mengeluarkan Marvel Cinematic Universe (MCU), beberapa studio mulai melakukan hal yang sama dengan membangun universenya. Ada DC Comics yang membangun DC Extended Universe (DCEU), ada juga yang universe lain di luar superhero, yaitu monsterverse yang dibangun oleh Legendary.
Scorsese dan Coppola sayangnya tidak memberikan contoh film-film yang mereka kategorikan sebagai sinema. Artinya film-film itu hanya ada di benak kedua orang itu, meski sangat besar kemungkinan film-film yang mereka maksud sebagai sinema itu tidak jauh dari karya-karya yang pernah mereka hasilkan.
Di tangan Martin Scorsese, lahir film Raging Bull, Taxi Driver, Godfellas dan masih banyak yang lain lagi. Sementara itu Francis Ford Coppola punya Godfather dan Apocalypse Now. Film-film itu termasuk dalam film-film Hollywood yang paling berpengaruh hingga saat ini.
Yah, kalau misalnya kita bandingkan dengan film Godfather, Avengers: Endgame memang tidak akan memberikan kedalaman cerita atau konflik layaknya yang dialami oleh keluarga Corleone. Selain itu, fokus kedua film juga sangat berbeda, dimana satu film memang lebih memaksimalkan elemen-elemen seperti CGI sementara yang satu lagi lebih banyak fokus dengan kedalaman dan kompleksitas konflik dalam cerita.
Saya juga menggarisbawahi pernyataan Francis Ford Coppola yang mengatakan bahwa tidak ada sesuatu yang bisa diambil dari film-film Marvel Studios. Menurut saya, tidak ada film yang tidak memiliki pesan yang ingin disampaikan kepada penonton. Selalu ada pesan yang ingin ditampilkan oleh pihak sutradara kepada penontonnya.
Satu hal lagi, saya teringat komentar Natalie Portman yang bahwa penonton itu terkadang memang hanya ingin melepas penat setelah harus berjibaku dengan pekerjaan atau pun hidupnya. Mereka seolah ingin lari sejenak dari segala bentuk rutinitas.
Lalu jika tujuan sederhananya adalah untuk menghibur penonton, pentingkah kita terjebak pada perdebatan apakah ini sinema atau bukan ?[]