
AKURAT.CO ASEAN terpaksa akan mempertimbangkan kembali rencana perdamaian yang disepakati dengan Myanmar jika junta militer negara tersebut terus mengeksekusi tahanannya. Hal ini disampaikan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen pada Rabu (3/8).
Dilansir dari Reuters, perhimpunan 10 negara ini telah mendesak Myanmar agar mematuhi 'konsensus' perdamaian 5 poin yang disepakati tahun lalu. Mereka juga mengecam eksekusi belum lama ini terhadap 4 aktivis demokrasi oleh junta.
"Jika lebih banyak tahanan dieksekusi, kami terpaksa akan memikirkan kembali peran kami dan konsensus 5 poin ASEAN," ungkap Hun Sen yang menjadi ketua ASEAN saat ini.
baca juga:
Menurut Hun Sen, persatuan ASEAN menghadapi tantangan implikasi politik dan keamanan dari krisis di Myanmar yang telah berkembang menjadi krisis ekonomi dan kemanusiaan.
"Meski konsensus 5 poin tak memuaskan keinginan semua orang, ada beberapa kemajuan, termasuk dalam memberikan bantuan kemanusiaan. Namun, situasi saat ini telah berubah drastis dan lebih buruk daripada sebelum perjanjian damai karena eksekusi junta terhadap para aktivis. Kamboja bersama negara anggota ASEAN lainnya sangat kecewa dan terganggu dengan eksekusi para aktivis oposisi tersebut. Padahal, ada seruan dari saya dan yang lainnya agar hukuman mati dipertimbangkan kembali," sesalnya.
Militer Myanmar pekan lalu membela eksekusi para aktivis tersebut dengan dalih 'keadilan bagi rakyat'. Mereka menepis banjir kecaman internasional, termasuk dari tetangga dekatnya.
Militer mengaku telah mengeksekusi para aktivis karena membantu 'aksi teror' gerakan perlawanan sipil. Itu menjadi eksekusi pertama Myanmar dalam beberapa dekade.
Myanmar tak mengirimkan utusannya dalam pertemuan ASEAN pekan ini. Mereka juga menolak usulan untuk mengirimkan perwakilan nonjunta sebagai gantinya.
ASEAN sejak akhir tahun lalu melarang junta Myanmar ikut pertemuannya karena tak kunjung mengimplementasikan rencana perdamaian. Sejumlah anggota ASEAN lainnya yang punya tradisi tak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing semakin lantang mengkritik para jenderal.
Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah, misalnya, menyebut eksekusi itu sebagai kejahatan terhadap manusia sekaligus ejekan terhadap rencana perdamaian ASEAN.
Di sisi lain, Kepala Junta Myanmar Min Aung Hlaing pada Senin (1/8) menyalahkan ketidakstabilan akibat pandemi dan kerusuhan dalam negeri yang telah menghambat upaya untuk mengimplementasikan rencana perdamaian.[]