'Love In The Time Of Corona', Dukungan Terhadap Pemberdayaan Pasangan Sehat di Masa Pandemi

Love In The Time Of Corona | ISTIMEWA
AKURAT.CO Krisis pandemi telah mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia termasuk dalam rutinitas kehidupan sehari-hari. Berada di rumah dalam masa isolasi dapat menjadi tantangan tersendiri, khususnya bagi para orang tua karena ruang lingkup kegiatan menjadi jauh lebih kecil.
Untuk itu, Sampoerna Academy sebagai institusi pendidikan formal bertaraf internasional, bersama Tiga Generasi sebagai rumah konsultasi psikologi keluarga menggelar forum diskusi virtual Light Friday Talk (LiFT) Webinar yang mengusung tema “Love in The Time of Corona” sebagai bentuk dukungan terhadap pemberdayaan pasangan sehat bagi keluarga sehat di tengah situasi pandemi saat ini.
Menurut data SurveyMETER pada Juli 2020, tingkat kecemasan dan depresi penduduk Indonesia pada masa pandemi cukup tinggi, yaitu 55 persen dari 3.533 responden mengalami kecemasan, dan 58 persen di antaranya mengalami depresi.
baca juga:
Hal-hal eksternal seperti perubahan kondisi perekonomian, pendidikan, ataupun sosial menjadi penyebab munculnya stresor internal rumah tangga yang dapat mengganggu efektivitas komunikasi pasangan dalam hubungan pernikahan. Hal ini juga dibuktikan oleh hasil riset Komnas Perempuan Indonesia pada 2020 yang menunjukkan masih ada 10,3 persen pasangan dari 2.285 responden yang mengalami ketegangan dalam pernikahan selama pandemi, dengan tingkat kerentanan pasangan menikah lebih tinggi sebesar 12 persen dibandingkan pasangan belum menikah yaitu 2,5 persen.
Saskhya Aulia Prima, M.Psi., Psikolog, Co-founder Tiga Generasi, menjelaskan, permasalahan hubungan pasangan selama pandemi cenderung terbagi dalam zona normal dan zona merah.
"Dalam menghadapi situasi saat ini, pasangan masih berada dalam zona normal jika mulai mengalami kewalahan, merasa cemas akan masa depan, merindukan masa lalu, dan menganggap pasangan tidak membantu mengurus anak. Selanjutnya pasangan dianggap berada di zona merah jika sudah muncul perasaan kesepian, keinginan untuk berpisah, bahkan terjadi tindakan kekerasan. Jika dilihat dari pola argumentasi, titik permasalahan biasanya terjadi hanya dalam waktu tiga menit, dan sistem signal pertahanan diri dalam otak kitalah yang menimbulkan rasa penolakan dan memperpanjang masalah tersebut,” jelas Saskhya.
Meskipun demikian, Saskhya turut menjelaskan berdasarkan riset kolaborasi Universitas Stony Brook, Towson, dan Northwestern pada 2017, kondisi ini dapat dihadapi dengan “Romantic Competence” atau “Kompetensi Hubungan”.
“Melalui 'Kompetensi Hubungan', pasangan dapat memperkuat hubungan mereka dengan belajar menghargai satu sama lain melalui persepsi masing-masing, mampu menunjukkan kerentanan diri, dan merubah diri untuk kualitas hubungan yang lebih baik. Selain itu ada empat hal penting yang perlu diingat; yaitu L.O.V.E, (Listen) mendengarkan pasangan dan berikan batasan pribadi bagi pasangan Anda, (Occasionally do new things) sesekali melakukan hal baru bersama, (Validate) validasi perasaan satu sama lain untuk menjaga koneksi pasangan, (Expect- less) berharap lebih sedikit dan saling menguatkan satu sama lain,” ungkapnya lebih lanjut.
Di kesempatan sama, Putu Andani M.Psi., Psikolog, Co-Founder Tiga Generasi, ikut menjelaskan bahwa dari keempat hal tersebut, mendengarkan pasangan kita merupakan hal paling sulit dilakukan.