Cerita dari Dapur Gudeg Yu Djum, Kini Masak Pakai Kayu Bakar Lebih Mahal dari Gas

Gudeg Yu Djum bertahan melintasi zaman | Instagram/gudegyudjum
AKURAT.CO, "Waduuuu ini mah the best sarapan gudeg langsung di kirim dari Jogja. Yu Djum I Jump ??????," begitu tulisan pada unggahan foto artis Tora Sudiro di media Instagram miliknya, Rabu (19/2/2020).
Dengan senyum mengembang, Tora memamerkan kemasan warna cokelat Gudeg Yu Djum, yang baru saja diterimanya. Tora adalah satu dari sekian banyak pecinta gudeg Yu Djum atau juga dikenal sebagai Yu Djum lovers, yang tersebar di Indonesia.
Usaha kuliner yang sudah berumur 69 tahun ini terus melegenda sampai hari ini, meski sang pioner Ibu Djuwariyah, telah tiada.
baca juga:
Yu Djum merupakan usaha rumahan yang mulai dijalankan Djuwariyah atau kemudian dikenal sebagai Yu Djum pada 1951. Dari usaha gendongan, gudeg Yu Djum berkembang menjadi usaha kecil di garasi rumah. Seiring berjalannya waktu usaha ini kini sudah memiliki 25 outlet di seluruh Yogyakarta, yang semua milik keluarga.
Di tengah persaingan usaha kuliner, yang semakin tak terbendung, eksistensi Gudeg Yu Djum tentu saja menarik dicermati.
Manajer Operasional Gudeg Yu Djum Citra Anindyto menceritakan, salah satu alasan kenapa Gudeg Yu Djum bisa bertahan karena menjaga resep turun temurun yang diwariskan serta cara-cara tradisional dalam memasaknya guna menghasilkan cita rasa gudeg yang khas.
Tidak menggunakan alat penggorengan moderen seperti kompor, Gudeg Yu Djum dimasak menggunakan tungku dan kayu bakar.
Cara memasaknya pun tidak sembarangan. Setiap bahan yang sudah diuji kualitasnya dimasak satu per satu. Ayam, yang selalu ayam kampung, dimasak sendiri. Demikian juga telur, krecek, nangka, dan bahan lainnya. Semua dimasak satu-satu, tidak dicampur.
Cara memasak seperti ini membuat cita rasa makanan tetap terjaga. Tetapi, memakai bahan makanan berkualitas dan mempertahankan cara memasak tradisional memiliki tantangan tersendiri.
Citra mencontohkan untuk jenis ayam kampung, yang sesuai dengan kualitas yang diinginkan sekarang susah sekali mencarinya. "Sekarang mencari ayam kampung sangat susah, karena ayamnya sudah menjadi ayam milenial semua," katanya setengah bercanda.
Begitu pun dengan bahan bakar kayu yang digunakan. Saking langka dan susahnya kayu bakar Citra mengungkap, "Sekarang ongkos memasak dengan kayu bakar justru lebih mahal dari gas."

Namun, semua itu tak mengubah sedikit pun tradisi yang sudah dijalankan. Gudeg Yu Djum kini menjadi yang terlaris di Yogyakarta. Seharinya 100 kilogram (kg) nangka diolah untuk dijadikan menu yang identik dengan rasa manis ini.
Citra menyampaikan, inovasi juga menjadi salah satu kunci eksistensi usaha kuliner keluarga ini. Demi menjangkau pasar kaum milenial dan gen Z misalnya, Gudeg Yu Djum menyediakan paket boks nasi gudeg mercon dengan kemasan yang kece. "Ini sesuai dengan kebiasaan anak-anak milenial dan gen z yang suka pedas dan tampilan Instagramable," terang Citra.
Masih dari sisi produk, Yu Djum juga mengembangkan gudeg kemasan kaleng dengan brand Gudeg Bagong. Gudeg kemasan yang bisa tahan sampai setahun ini dibuat demi menjangkau konsumen luar negeri. "Gudeg biasa kami hanya tahan 24 jam dan jika dipanaskan dan dimasukkan ke kulkas hanya kuat dua hari," tuturnya.
Dari sisi penjualan, terbaru, bekerja sama dengan startup logistik pelopor sameday delivery antarkota, Paxel, Gudeg Yu Djum juga membuka 'cabang' mereka di 12 kota besar Jawa dan Bali.

Kerja sama yang dirintis sejak akhir 2019 ini memungkinkan konsumen dari luar Jogja memesan dan menikmati Gudeg Yu Djum tanpa harus lebih dulu singgah ke Kota Yogyakarta. Cukup melalui aplikasi Paxel.
Dari usaha gendongan, Gudeg Yu Djum bertahan melintasi zaman di bawah 'sentuhan' anak muda seperti Citra.[]