Awal Mula Polemik Sertifikat Layak Kawin
Kursus Calon Pengantin

Pasangan pengantin mengikuti nikah massal jelang malam pergantian tahun baru di car free night, Jakarta, Senin (31/12/2018). Sebanyak 557 pasangan calon pengantin mengikuti acara nikah massal di car free night. Angka ini lebih tinggi dari jumlah tahun lalu, sebanyak 434 pasangan. | AKURAT.CO/Sopian
AKURAT.CO, Pada Rabu 13 November 2019, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengumumkan rencana program sertifikasi pernikahan.
Artinya, pasangan yang hendak menikah mesti melewati tahapan bimbingan untuk mendapatkan sertifikat menikah.
baca juga:
Sontak, rencana ini mengundang polemik karena ada kesan kalau pasangan tak lulus kursus pranikah sehingga tak mendapatkan sertifikat, berarti tak bisa menikah.
Laporan kali ini mengangkat topik sertifikasi pranikah.
Apakah sertifikat pranikah akan jadi syarat wajib setiap calon pengantin baru? Seperti apa pro dan kontra yang muncul, sesungguhnya apa substansi dari rencana itu, juga masukan-masukan kepada pemerintah, akan muncul dalam laporan ini.
***
* Bimbingan pranikah sebenarnya bukan hal yang sama sekali baru di negeri ini. Selama ini Kantor Urusan Agama sudah memiliki program bimbingan.
* Pasangan calon pengantin yang tidak mengikuti bimbingan untuk mendapatkan sertifikat dipastikan tetap bisa melangsungkan perkawinan.
* Menyadari adanya keterbatasan, pemerintah merumuskan caranya agar bisa sampai kepada semua calon pengantin.
***
Di akhir tahun 2019, isu sertifikasi layak kawin untuk pasangan calon mempelai baru menyedot perhatian publik.
Wacana itu dilontarkan oleh Muhadjir dalam diskusi panel rapat Koordinasi Nasional Indonesia Maju Pemerintah Pusat dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah di Sentul, Bogor, Jawa Barat, pada Rabu 13 November 2019.
Bimbingan pranikah sebenarnya bukan hal yang sama sekali baru di negeri ini. Selama ini Kantor Urusan Agama sudah memiliki program bimbingan.
Tetapi, ada bedanya antara dulu dan yang akan datang. Yang dulu titik beratnya pada tujuan dan tanggungjawab suami dan istri. Selain itu juga terkesan hanya formalitas. Sedangkan yang baru, materinya akan lebih komprehensif dan kata Muhadjir akan dilaksanakan secara masif.
Dalam sertifikasi layak kawin nanti diawali dengan program bimbingan yang harus dijalani setiap pasangan calon. Selama bimbingan berlangsung, mereka akan diberi pembekalan pengetahuan, misalnya tentang kesehatan reproduksi, stunting, pengelolaan ekonomi, pengelolaan konflik.
Wacana yang dilontarkan Muhadjir rupanya mengundang polemik di tengah publik. Sebab, ada kesan jika calon mempelai tidak ikut pelatihan dan gagal mendapatkan sertifikat, maka mereka tidak bisa menikah. Bahkan, politikus Partai Kebangkitan Bangsa Marwan Dasopang tidak setuju dengan rencana tersebut karena dia khawatir akan terjadi penyalahgunaan.
Menanggapi polemik itu, Deputi Koordinasi Bidang Pendidikan dan Agama Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Sartono ketika saya temui di kantornya beberapa waktu yang lalu mengharapkan rencana bimbingan dan sertifikasi pranikah tidak melulu dilihat dari segi wajib dan tidak wajib.

Dia berharap rencana ini dipandang dari segi substansi bahwa dengan pelatihan menjelang pernikahan yang akan dilaksanakan secara gratis bakal menjadikan keluarga mereka lebih siap dan lebih matang.
Pasangan calon pengantin yang tidak mengikuti bimbingan untuk mendapatkan sertifikat dipastikan tetap bisa melangsungkan perkawinan karena sebenarnya pemerintah sendiri masih memiliki kendala untuk mengakomodir semuanya.
Kendalanya, antara lain belum semua Kantor Urusan Agama memiliki tempat untuk mengadakan pelatihan.
“Tentunya tetap bisa (menikah) karena tadi saya katakan dari dua juta pasangan pengantin baru, kapasitas kelembagaan pemerintah baru bisa menjangkau 10 persen. Jadi kalau nanti kita katakan nggak boleh (yang tidak lulus sertifikasi), nanti 90 persen nggak boleh nikah?” kata Agus.
Menyadari adanya keterbatasan, pemerintah merumuskan caranya agar bisa sampai kepada semua calon pengantin.
Anggota Tim Pedoman Bimbingan Perkawinan Calon Pengantin dari Kementerian Agama Alissa Wahid ketika saya temui siang itu juga menekankan tidak ada istilah lulus atau tidak lulus dalam bimbingan pranikah.
Dia satu suara dengan Agus bahwa pembekalan pranikah penting dilakukan agar rumah tangga pasangan muda menjadi kokoh dan kelak memiliki keturunan yang unggul.
"Jangan melihatnya soal wajib tidak wajib. Tetapi pembekalan itu penting. Nah ini yang masih harus dibicarakan lebih lanjut bagaimana caranya agar pembekalan ini memang bisa dalam tanda kutip membuat semua calon pengantin ini mau mengikuti, tapi kalau syarat utama tidak,” kata Alissa.
Agus mengatakan lembaga yang berhak untuk mengeluarkan sertifikat layak kawin adalah masing-masing penyelenggara, yaitu KUA, gereja, organisasi keagamaan (NU dan Muhammadiyah).
***
Pemerintah sekarang ini juga sedang memikirkan formula pemberian bimbingan dan sertifikat layak kawin untuk masyarakat adat.
Walaupun teknologi informasi sudah berkembang, tetapi tidak segampang itu menjangkau 17 ribu pulau.
“Katakanlah lembaga ormas yang menyelenggarakan pelatihan pun, juga butuh waktu, butuh biaya sehingga kita harus berpikir juga bagaimana mengatasi masyarakat-masyarakat seperti ini. Jadi reach the unreach population ini tantangan kita bersama,” ujarnya.
Tetapi, Agus memastikan pemerintah akan bertanggungjawab melaksanakan program bimbingan pranikah.
"Nanti kami minta BKKBN yang akan lead. Karena BKKBN ada di tingkat daerah. Ini tanggung jawab kita bersama untuk memastikan anak bangsa, pasangan baru harus tahu akan tanggung jawabnya," katanya.

Agus berharap sertifikasi pranikah dapat menjangkau dua juta pasangan baru setiap tahun. Hal ini menyangkut tingginya angka perceraian di Indonesia setiap tahunnya.
Kasus perceraian, menurut catatan Agus, umumnya dipicu oleh masalah-masalah sepele, tetapi tidak tertangani pasangan suami istri dengan bijaksana, misalnya soal pengelolaan keuangan. Itu sebabnya, sertifikasi layak kawin menjadi aspek penting.
Selama program bimbingan, lintas sektoral dilibatkan. Misalnya, untuk memberikan bekal bagaimana mengelola keluarga sehat, melibatkan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Kemudian mengenai bagaimana mendidik anak yang ideal, melibatkan Direktorat Pembinaan Keluarga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Kita sederhanakan, yang mudah dipahami, dan jangan lupa delivery method-nya tidak hanya menggunakan Bahasa Indonesia, tapi juga bahasa lokal, bahasa ibu. Jadi pendek kata, kita ingin menyiapkan betul keluarga sakinah, mawaddah, warahma itu sejak dari awal. Supaya ketahanan keluarga terbangun. Kalau ketahanan keluarga terbagun, maka ketahanan nasional pun terbangun,” kata Agus.
Bimbingan pranikah, kata Agus, merupakan ajang revitalizing the family planning. Apalagi Indonesia akan menerima bonus demografi sehingga pasangan muda harus disadarkan.
“Apalagi sekarang ada mazhab punya banyak anak, banyak rezeki, celaka kita nanti, jadi ledakan. Justru yang rugi nanti kaum perempuan, hanya beranakin anak aja, nggak sempet shopping, make up, anak lima kayak circus. Ya saya tahu itu sudah rezeki dari Allah, tapi kita juga wajib ikhtiar toh. Justru kesetaraan gendernya di sini,” kata Agus.
Keluarga muda menghadapi tantangan berat di era banjir informasi dan revolusi industri. Ketidakmengertian orang tua terhadap betapa bahaya efek gadget terhadap otak, membuat mereka mudah memberi anak alat itu.
“Itu bisa lebih buruk dibandingkan anak autis loh,” kata Agus.
Pasangan muda juga harus disadarkan tentang hal-hal dasar selama masa kehamilan hingga melahirkan karena hal ini akan berkaitan dengan keturunan mereka. Misalnya memahami program 1.000 hari kehidupan bayi.
“Bahwa selama hamil, harus dijaga betul psikologi ibu, jangan sampai stres. Karena ibu yang stres, cenderung nanti anaknya akan rewel kalau lahir. Nggak hanya gizi, asupan psikologis juga perlu,” kata dia.

Pola pengasuhan anak juga sangat penting. Orang tua yang tidak paham biasanya tidak sabaran ketika mendapati anak rewel. Misalnya menanggapi anak dengan memarahi atau main fisik.
“Saya kalau ada cucu saya nangis, saya jongkok dan peluk hangat dia. Jadi hal-hal simple seperti ini menjadi keprihatinan kita. Ini kalau pola pengasuhan anak seperti ini, something wrong jangan-jangan dia nggak paham bagaimana membangun komunikasi dengan anak,” kata Agus usai mendapatkan pengalaman ketika melihat sikap seorang ibu di Bali.
Di negara maju, menurut Agus, umumnya orang tua menerapkan metode story telling sebagai media untuk berkomunikasi dengan anak.
Misalnya menjelang waktu tidur, jika anak sampai tertidur pulas ketika orang tua bercerita, maka di situlah energi positif mengalir.
“Kita tahu kita menghadapi anak-anak milenial yang dua-duanya bekerja. Bagaimana spent waktu yang pendek tapi berkualitas, karena suami istri bekerja? Nah bagaimana bayar ini supaya jangan sampai 24 jam nggak ketemu, hari Minggu ketemu juga suami istri main HP sendiri, tapi anaknya nggak dapat apa-apa. Itu yang kita kadang miris, tapi kita juga nggak bisa melarang mereka untuk berkarir kan?” ujarnya.
“Saya belajar dari bagaimana kebiasaan orang asing, negara maju. Lihat mereka kalau jalan suka gandengan tangan toh. Saya alhamdulillah sudah 33 menikah sampai sekarang jalan sama istri saya selalu gandengan. Dan kedua, ngomong sayang sama istri dan istri ngomong sayang sama suami. Ini kan trik-trik simple harus dibiasakan, jangan bilang sayang pas pacaran aja, begitu nikah malah lupa,” Agus menambahkan.
Bagaimana kalau setelah lulus sertifikasi pranikah ternyata pasangan suami istri menghadapi ancaman keretakan rumah tangga, Agus mengatakan mereka bisa datang ke lembaga konsultasi untuk membantu mencari solusi.
Sertifikasi layak kawin, menurut Agus, tidak akan menempatkan perempuan hanya mengurus dapur, sumur, dan kasur, melainkan menyamakan posisi dalam rumah tangga.
“Jika bicara generasi unggul, peran perempuan sangat luar biasa. Maka dikatakan perempuan tiang negara. Kalau perempuan berkualitas, anakpun akan berkualitas.” []
Baca juga:
Tulisan 1: Awal Mula Polemik Sertifikat Layak Kawin
Tulisan 2: Kawin Tak Cuma Modal Cinta dan Bondo Nekat
Tulisan 3: Sertifikat Layak Kawin, Tak Ada Hak Calon Pengantin yang Dilanggar
Tulisan 4: Kursus Nikah Jangan Cuma Formalitas
Tulisan 5: Sertifikat Layak Kawin Mesti Dikaji Secara Matang Agar Niat Baiknya Tak Disalahpahami
Tulisan 6: Suara Anak Muda: Jangan Takut Sertifikat Layak Kawin