Pemerintah Cobalah Sesekali Colek Rokok Elektrik
Akurat Solusi : Roadmap IHT

(Kanan-kiri) Analis Kebijakan Ahli Madya BKF Kementerian Keuangan Wawan Juswanto, Sekjen GAPPRI Willem Petrus Riwu, Kepala Subdirektorat Tarif Cukai dan Dasar DJBC Sunaryo, moderator Enny Sri Hartati, dan pewara Brigita Manohara saat diskusi Akurat Solusi di kawasan Senayan, Jakarta, Minggu (30/8/2020). Diskusi ini mengambil tema 'Rasionalitas Target Cukai 2021'. | AKURAT.CO/Sopian
AKURAT.CO Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Willem Petrus Riwu menyindir pemerintah yang selama ini hanya fokus di cukai hasil tembakau. Padahal, saat ini ada yang harus diperhatikan segi cukainya, khususnya untuk rokok elektrik atau vape, yang terus berkembang di Indonesia.
Ditambah lagi selama ini, Willem menilai pemerintah menerapkan aturan yang sangat ketat hanya terhadap rokok konvensional dibandingkan dengan rokok elektrik. Salah satu contohnya yaitu penjualan rokok elektrik tak wajib menunjukkan gambar peringatan seperti di bungkus rokok konvensional.
“Kami sebenarnya setara dengan rokok elektrik, rokok elektrik itu kan gambarnya enggak ada ini (bahaya merokok), jualan bebas, online juga bebas, semua bebas, dan ternyata remaja (merokok) meningkat tajam ya karena rokok elektrik tapi enggak pernah ditowel ini,” kata Willem dalam Webinar Akurat Solusi bertemakan 'Rasionalitas Target Cukai 2021' yang digelar Akurat.co, di Jakarta Minggu (30/8/2020).
baca juga:
Willem juga menunjukkan bahwa prevalensi remaja yang merokok meningkat tajam karena adanya rokok elektronik. Berdasarkan data Bappenas, prevalensi perokok di usia 10-18 tahun mencapai 9,1% pada 2019. Adapun, pemerintah menargetkan prevalensi perokok di usia 10-18 tahun mencapai 5,4% pada tahun lalu.
"Ternyata prevalensi remaja meningkat tajam karena rokok elektronik," tudingnya.
Ia menegaskan harus ada perhatian atau pengawasan pemerintah ke rokok elektrik. Apalagi saat ini perekonomian negara-negara di dunia sedang goyah karena virus corona. Dalam kondisi itu, kata Willem, pemerintah bakal melakukan substitusi impor. Ia khawatir langkah itu kurang tepat bagi industri hasil tembakau karena bakal menjamurnya rokok elektrik.
“Kalau kita biarkan saja begini banjir rokok elektrik. Rokok elektrik banyak ditutup di mana-mana, sekarang mau pasarnya di Indonesia. Jadi kita ya hati-hati juga pemerintah mau substitusi impor,” seru Willem.
Untuk itu, Willem meminta pemerintah tetap menjaga industri hasil tembakau atau rokok dalam negeri. Apalagi, Willem menegaskan di industri tersebut selama ini Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) juga cukup besar. Ini berbanding terbalik dengan rokok elektronik yang tidak mendukung produk dalam negeri. Sebab, Willem menilai mayoritas komponen rokok elektronik merupakan hasil impor.
“Kalau kretek mesin (SKM) itu mesinnya saja impor. Jadi TKDN sangat tinggi 90 an persen lah untuk SKT (Sigaret Kretek Tangan), maka tadi SKT itu dijagalah jangan sampai pasar yang ada direbut, kalau perlu doronglah saja SKT nya,” tutur Willem.
Dia juga meminta pemerintah untuk bisa terus memberantas rokok ilegal. "Kemudian membangun regulasi yang memberikan perlindungan kepada IHT," ucap dia. []