Perlukah Simplifikasi Tarif Cukai Tembakau Dilanjutkan?
Akurat Solusi : Roadmap IHT

Peneliti UNPAD Bandung Mudiyati Rahmatunnisa menjadi pembicara secara virtual dalam diskusi Akurat Solusi di kawasan Senayan, Jakarta, Minggu (30/8/2020). Diskusi ini mengambil tema 'Rasionalitas Target Cukai 2021'. | AKURAT.CO/Sopian
AKURAT.CO Partner Research and Training Services DDTC Bawono Kristiaji menyarankan Ditjen Bea Cukai (DJBC) untuk terus melanjutkan roadmap simplifikasi tarif CHT yang sudah pernah tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 146/2017.
Meski Indonesia sudah memangkas total layer tarif CHT yang mencapai 19 lapisan tarif CHT pada 2010 menjadi tinggal 10 lapisan tarif CHT, ternyata menurutnya, lapisan tarif CHT masih perlu disimplifikasi lebih lanjut.
"Sistem tarif CHT yang berlapis-lapis sudah tidak umum digunakan di yurisdiksi-yurisdiksi lainnya. Tercatat, hanya 16 persen dari 168 negara yang diteliti yang menerapkan tarif CHT lebih dari satu layer," ujarnya dalam Webinar Akurat Solusi bertemakan 'Rasionalitas Target Cukai 2021' yang digelar Akurat.co, di Jakarta Minggu (30/8/2020).
baca juga:
"Simplifikasi tarif CHT memberikan level playing field antarkarakteristik industri hasil tembakau. Jadi head-to-head sama supaya tidak terlalu banyak pihak yang memanfaatkan lapisan-lapisan tersebut," tambah Bawono.
Kendati demikian, Peneliti Universitas Padjajaran (Unpad) Mudiyati Rahmatunnisa berpendapat lain mengenai simplifikasi cukai ini.
Sejak pemerintah berencana untuk menyederhanakan cukai atau simplifikasi cukai tembakau dari 12 layer ke 10 layer, malah mematikan industri kecil dan menengah. Bahkan di tengah dalih pemerintah, untuk menurunkan prevalensi perokok muda.
"Simplifikasi berisiko membuat pabrikan kecil akan kolaps dan berimplikasi pada penyerapan tembakau yang berkurang dan sekarang sebetulnya sudah mulai terasa. Sehingga penyerapan bahan baku tembakau bakal berkurang 30 persen sementara cengkih sampai dengan 40 persen," imbuhnya.
Sekretaris Jenderal Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) Willem Petrus Riwu juga sepakat agar struktur tarif CHT sebanyak 10 lapisan tarif dipertahankan. Ini karena struktur tarif tersebut dinilai mampu mempertahankan serapan tenaga kerja, volume produksi, serapan bahan baku lokal, termasuk menekan peredaran rokok ilegal.
Seperti diketahui, Pemerintah memastikan tahun depan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok akan naik sebesar Rp172,8 triliun, naik 4,8 persen dari target tahun ini sebesar Rp164,9 triliun. Kenaikan tarif ini akan diumumkan pada akhir bulan September 2020 nanti.